ICW Desak Pemerintah Tagih ‘Utang’ Freeport
Berita

ICW Desak Pemerintah Tagih ‘Utang’ Freeport

Selama kurun waktu 2002-2010, Freeport kurang membayar royalti kepada negara sebesar Rp1,6 triliun.

Yoz/Ant
Bacaan 2 Menit
Foto: ptfi.co.id
Foto: ptfi.co.id

Pemerintah diminta menagih kekurangan pembayaran royalti kepada PT Freeport Indonesia. Menurut perhitungan Indonesia Corruption Watch (ICW), perusahaan tambang asal negeri Paman Sam itu kurang dalam membayar royalti kepada pemerintah Indonesia sebesar Rp1,6 triliun selama kurun waktu 2002-2010.

 

Koordinator Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas, mengatakan berdasarkan kontrak perhitungan royalti antara pemerintah Indonesia dan Freeport, total royalti yang seharusnya dibayar Freeport dalam kurun 2002-2010 adalah AS$1 miliar atau sekitar Rp8,8 triliun. Namun, ternyata royalti yang dibayar Freeport dalam kurun waktu itu hanya AS$873,2 juta.

 

“Dengan demikian terdapat selisih sebesar 176,88 juta dollar AS atau setara Rp1,6 triliun,” ujarnya dalam jumpa pers di kantor ICW, Selasa (1/11).

 

Menurut Firadus, tarif royalti yang digunakan dalam perhitungan itu adalah berdasarkan kontrak karya tahun 1991, dimana tarif untuk tembaga adalah 1,5-3,5 persen, emas 1 persen, dan perak 1 persen. Dia khawatir kekurangan royalti akan lebih besar lagi jika tarif royalti didasarkan pada PP No 13 Tahun 2000 tentang Perubahan atas PP No 58 tahun 1998 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Pertambangan dan Energi di Bidang Pertambangan Umum.

 

“Dalam PP itu tarif royalti tembaga naik menjadi empat persen, emas naik menjadi 3,75 persen, dan perak menjadi 3,25 persen,” katanya.

 

Dijelaskan Firdaus, hasil perhitungan yang dilakukan ICW seharusnya sama dengan perhitungan pemerintah sehingga diduga pemerintah juga mengetahui Freeport kurang dalam membayar royalti. Dia juga juga menduga, pemerintah tidak berani menagih kekurangan itu karena alasan politis dan tekanan Amerika Serikat terhadap pemerintah Indonesia. Selain itu, kekurangan bayar royalti tersebut digunakan untuk menyuap atau memberikan gratifikasi kepada para pejabat atau institusi negara.

 

Berdasarkan catatan hukumonline, saat ini sedang berjalan sidang gugatan yang diajukan Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) terhadap Freeport karena perusahaan tambang emas terbesar di dunia itu tidak membayar royalti sebagaimana mestinya. Dalam gugatannya, IHCS meminta agar Menteri ESDM, Freeport, dan Presiden merevisi KK tanggal 30 Desember 1991 agar sesuai dengan ketentuan PP No 45 Tahun 2003. Selain itu, IHCS juga meminta para tergugat secara tanggung renteng membayarkan AS$256,17 juta ke kas negara.

Halaman Selanjutnya:
Tags: