Ibadah Haji Menjadi Komoditas, UU PIH Diuji ke MK
Berita

Ibadah Haji Menjadi Komoditas, UU PIH Diuji ke MK

Hakim konstitusi mempertanyakan legal standing pemohon. Apakah dengan berlakunya pasal itu mengakibatkan orang Indonesia tak bisa menunaikan ibadah haji?

ASh
Bacaan 2 Menit

 

"Jadi bukan dijabarkan konsep monopoli pemerintah dalam penyelenggaraan ibadah haji yang akan melanggar norma dalam UUD. Sebab, karena monopoli itu yang berfungsi sebagai regulator sekaligus eksekutor menyebabkan tumpang tindih peran yang menyulitkan peran publik untuk melakukan control. Seharusnya pemerintah hanya berfungsi melindungi dan mengawasi.”

 

Adanya pemberlakuan kuota, kata Durga, mengakibatkan pemohon II terhambat untuk menunaikan ibadah haji. “Pemohon II ingin sekali naik haji, tetapi dengan adanya pembatasan kuota dari pemerintah ini, istilahnya harus ‘ngantri’ untuk tahun-tahun berikutnya,” katanya.

 

Atas permohonan itu, Hamdan Zoelva mengingatkan bahwa kuota haji bukan ditentukan secara sepihak oleh pemerintah Indonesia, tetapi merupakan kesepakatan Indonesia dan Arab Saudi. “Jadi jumlah kuota negara, nanti didistribusikan ke setiap provinsi,” kata Hamdan.    

 

Hakim konstitusi Akil Mochtar mengatakan besaran BPIH tidak ditentukan secara sepihak oleh pemerintah, tetapi juga lewat persetujuan DPR. Menurutnya mahalnya biaya haji bersifat relatif karena naik haji itu diwajibkan bagi yang mampu.    

 

“Jadi pemerintah tak bisa menaikkan BPIH secara sepihak tanpa persetujuan rakyat, dalam hal ini DPR,” kata Akil. “Unsur persetujuan rakyat sudah terpenuhi sesuai Pasal 21 ayat (1) UU PIH. Kalau Pasal 22 ayat (1) PIH soal penempatan dananya, ini bukan persoalan norma.”                        

 

Soal legal standing, kata Akil, apakah dengan berlakunya pasal itu mengakibatkan orang Indonesia tak bisa menunaikan ibadah haji? “Oleh karena itu, legal standing ini juga harus jelas, pemohon I ini juga tetap bisa naik haji kan, jadi apa kerugian konstitusionalnya,” kata Akil bertanya.        

 

Jika pasal-pasal yang diuji dibatalkan atau tak berlaku, menurutnya menjadi tak jelas siapa yang akan menyelenggarakan ibadah haji. “Pasal 8 (2) UU PIH itu jelas PIH merupakan tugas nasional yang diselenggarakan pemerintah termasuk swasta, kalau dibatalkan siapa menentukan berapa biaya naik haji, siapa yang menyelenggarakan. Sebab, naik haji itu diwajibkan bagi yang mampu, Anda mulai dari di sini dululah,” sarannya.         

 

Hamdan menambahkan jika pemohon meminta pasal-pasal itu dibatalkan apakah telah dipikirkan dampak sosialnya. “Apa sudah dipikirkan jika pasal itu dibatalkan?”

Tags: