Hitung Mundur Bursa Karbon, OJK Segera Rampungkan Aturan Main
Terbaru

Hitung Mundur Bursa Karbon, OJK Segera Rampungkan Aturan Main

Diperlukan sinergi dan kolaborasi OJK bersama beberapa Kementerian dan Lembaga terkait yang ditujukan untuk meningkatkan pemahaman pemangku kepentingan dalam hal penyelenggaraan Bursa Karbon secara komprehensif.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
 Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi dalam Seminar Nasional dengan tema Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca dan Peluang Perdagangan Bursa Karbon di Indonesia, Senin (31/7/2023). Foto: Istimewa
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi dalam Seminar Nasional dengan tema Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca dan Peluang Perdagangan Bursa Karbon di Indonesia, Senin (31/7/2023). Foto: Istimewa

Penyelenggaraan perdagangan karbon merupakan salah satu amanat yang dituangkan dalam UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Sebagai tindak lanjut amanat tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendukung upaya pemerintah dalam penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan penyelenggaraan serta pengawasan bursa karbon. Hal ini seiring dengan pesatnya perkembangan perdagangan karbon di dunia dan besarnya potensi yang dimiliki Indonesia.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi menyampaikan, saat ini OJK sedang memfinalisasi Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) yang akan menjadi aturan pendukung dalam penyelenggaraan perdagangan karbon melalui bursa karbon. Sebelumnya, RPOJK tersebut telah dikonsultasikan bersama Komisi XI DPR.

”Hal ini tentunya menjadi penyemangat dan meningkatkan rasa optimis untuk dapat menyelenggarakan perdagangan perdana unit karbon di bursa karbon pada bulan September mendatang sesuai dengan arahan dari Bapak Presiden RI,” ujarnya dalam Seminar Nasional dengan tema ‘Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca dan Peluang Perdagangan Bursa Karbon di Indonesia’, Senin (31/7/2023).

Menurutnya, pemerintah memiliki target menurunkan emisi GRK sebesar 31,89 persen dengan usaha sendiri dan sebesar 43,2 persen dengan bantuan partisipasi internasional pada 2030 sesuai dokumen Enhanced NDC 2022. Untuk itu, diperlukan dukungan berbagai sektor dalam rangka upaya menurunkan GRK, termasuk sektor industri jasa keuangan.

Baca juga:

Indonesia memiliki peluang yang sangat besar dalam perdagangan karbon. Salah satunya, pada subsektor pembangkit tenaga listrik. Di mana Indonesia memiliki 99 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara untuk dapat mengikuti perdagangan karbon tahun ini. Jumlah ini setara dengan 86 persen dari total PLTU Batu Bara yang beroperasi di Indonesia.

Adapun PLTU yang ikut dalam perdagangan karbon adalah PLTU di atas 100 Megawatt, dan 2024 di atas 50 Megawatt dan pada 2025 diharapkan seluruh PLTU dan PLTG akan masuk pasar karbon. Selain dari subsektor pembangkit, perdagangan karbon di Indonesia juga akan diramaikan oleh sektor lain yang akan bertransaksi di bursa karbon seperti sektor Kehutanan, Perkebunan, Migas, Industri Umum, dan lain sebagainya.

Untuk mendukung peluang itu, OJK juga memastikan perangkat infrastruktur tidak hanya fit tetapi juga lengkap mulai dari infrastruktur primer, sekunder dan pasar. Dengan begitu dapat menopang beroperasinya bursa karbon. Serta mekanisme pengawasan yang sesuai untuk pasar karbon agar selaras dengan target nasional yang ditetapkan dalam Nationally Determined Contribution (NDC).

Tags:

Berita Terkait