Hindari Disparitas, KPK Rampungkan Pedoman Penuntutan Perkara Tipikor
Utama

Hindari Disparitas, KPK Rampungkan Pedoman Penuntutan Perkara Tipikor

Pedoman penuntutan tipikor ini mengatur delik kerugian negara, penyuapan, pemerasan termasuk pencucian uang baik subjek perorangan maupun korporasi untuk menghindari disparitas tuntutan diantara stakeholder ataupun antar perkara yang sejenis.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

Fitroh menjelaskan tujuan pedoman tuntutan pemidanaan tipikor ini untuk memberi transparansi dan efisiensi prosedur rencana penuntutan (rentut); memberikan standar dan tata cara penilaian yang rasional; dan konsisten atas subyektivitas pengambil kebijakan terkait hal-hal yang memberatkan dan meringankan pidana.

Lebih lanjut, dia menerangkan pedoman penuntutan tipikor ini memberi guidelines bagi stakeholder untuk menentukan angka tuntutan pidana dengan melihat tabel tuntutan pidana karena sudah tersedia parameter penilaiannya. “Ini untuk menghindari disparitas tuntutan pidana korupsi diantara stakeholder ataupun antar perkara yang sejenis.”

Pedoman penuntutan yang dibuat KPK ini diharapkan dapat menekan disparitas penuntutan perkara tipikor agar tercipta standardisasi yang diajukan oleh Penuntut Umum berdasarkan kriteria-kriteria yang ditentukan. Perma No. 1 Tahun 2020 penting karena dapat menjadi rujukan parameter penuntutan serta mencegah terjadinya disparitas putusan pemidanaan, sehingga tercipta pengajuan tuntutan dan putusan pidana yang berkeadilan.

Menurutnya, agar pedoman penuntutan yang dibuat oleh KPK ini in line dengan Perma No. 1 Tahun 2020, KPK melakukan simulasi terhadap kasus-kasus yang telah dituntut dan dijatuhi hukuman oleh pengadilan dengan membandingkan dengan Perma No. 1 Tahun 2020. Hasilnya, angka besaran tuntutan yang dibuat penuntut umum tidak jauh berbeda dengan besaran hukuman yang ditentukan dalam Perma No. 1 Tahun 2020.

Dia menambahkan Rancangan Penuntutan KPK ini memberikan perhatian kepada bobot kasus dan pemulihan kerugian atau pemulihan aset atas terjadinya tindak pidana korupsi serta memberi keseimbangan dengan cara meletakkan hal-hal memberatkan dan meringankan menjadi pertimbangan dalam penjatuhan hukuman.  

“Jika ini dibarengi dengan Perma No. 1 Tahun 2020 akan menghasilkan besaran tuntutan dan vonis yang berkeadilan dan memberikan keseimbangan antara kepentingan terdakwa dan negara sebagai korban terjadinya tindak pidana korupsi,” katanya.

Perma perlu dievaluasi

Ketua Bidang Studi Hukum Pidana STHI Jentera, Anugerah Rizki Akbari meminta agar Perma No. 1 Tahun 2020 perlu diperjelas dokumen penerapannya karena banyak terminologi yang tidak jelas penerapannya. Misalnya, bagaimana menakar skala kerugian dan mengukur besaran putusan hakim. Hal ini penting agar tidak salah tafsir dalam putusan yang terjadi disparitas.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait