Himbara Minta Aset BUMN Disamakan Aset Korporasi
Berita

Himbara Minta Aset BUMN Disamakan Aset Korporasi

Ada tiga harapan Himbara kepada DPR terkait hapus tagih kredit.

YOZ
Bacaan 2 Menit

Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis mengakui, dirinya dan beberapa anggota Komisi XI ada yang tidak setuju dengan putusan MK terkait penghapusan kredit hapus tagih bank-bank BUMN. Menurutnya, piutang bank BUMN merupakan piutang negara, sehingga ada potensi kerugian negara bila piutang tersebut dihapuskan.

Harry mengatakan, hingga kini Komisi XI masih mengkaji mengenai putusan MK tersebut. “Sebagian dari Komisi XI masih beranggapan bahwa piutang bank BUMN merupakan piutang negara. Artinya, apa yang dimiliki bank BUMN, maka secara otomatis juga dimiliki oleh negara,” ujarnya.

Untuk diketahui, pemerintah telah menyerahkan RUU Pengurusan Piutang Negara dan Piutang Daerah kepada DPR. Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan, pembahasan mengenai RUU PNPD sangat diperlukan mengingat banyaknya BUMN dan BUMD yang sulit menagih piutang yang telah dikeluarkan. Menurutnya, diperlukan undang-undang khusus tentang pengurusan piutang negara dan piutang daerah.

Kehadiran UU PNPD juga diperlukan sebagai payung hukum bagi perusahaan plat merah agar lebih mengembangkan usahanya di dunia profesional. Apalagi, kepemilikan BUMN atau BUMD tidak sepenuhnya dikuasai pemerintah saat ini. Agus berharap jika RUU ini disetujui, BUMN/BUMD nantinya diizinkan untuk mengelola piutangnya sendiri, sehingga tidak timbul kekhawatiran adanya kerugian negara.

Menurut Agus, salah satu yang dikeluhkan oleh perusahaan-perusahaan plat merah adalah mereka selalu dihadapkan pada situasi bahwa piutang perseroan yang dimiliki oleh negara atau BUMN atau BUMD selalu dianggap sebagai piutang negara.

Dia juga menjelaskan undang-undang ini nantinya mengatur jika piutang negara tidak perlu diatur panitia, cukup Kementerian Keuangan, sehingga unit yang menangani piutang negara dapat lebih efisien dan lebih efektif. “Kalau disusun oleh panitia nanti tidak ada yang merasa betul-betul bertanggung jawab untuk melaksanakannya,” tuturnya.

Namun Harry mengatakan, sebagian anggota Komisi XI mulai menyuarakan adanya penolakan terhadap RUU tersebut menjadi undang-undang. Menurutnya, Komisi XI masih menginginkan adanya kepastian hukum terhadap putusan MK tentang kredit hapus tagih tersebut.

“Kita masih menganggap ada pertentangan antara keputusan MK tentang kredit hapus tagih dengan RUU Piutang Negara,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait