Lebih jauh, Kurtubi memaparkan, Pertamina sebenarnya tidak memiliki kewenangan menaikkan harga. Pasalnya, kekuasaan itu sebenarnya ada di tangan pemerintah sebagai regulator. Ia menghimbau Pertamina menghindari kerugian tanpa membebani rakyat dengan menggunakan gas Tangguh Papua untuk kebutuhan domestik.
Sebelumnya, Kepala Pusat Data dan Analisis Indonesia Corruption Watch (ICW), Firdaus Ilyas menjelaskan, sejak program konversi minyak tanah ke gas digulirkan, ICW menentang cara penghitungan harga Elpiji karena tidak masuk akal. Bila Elpiji lebih banyak dari produksi dalam negeri, harganya seharusnya di bawah patokan CP Aramco.
Penentuan harga gas Elpiji, kata Firdaus, harus berpedoman pada semangat public service obligation. Bila patokan CP Aramco terus dijadikan patokan, ia menyarankan agar penjualan gas Elpiji menganut pasar terbuka, sehingga perusahaan lain di luar Pertamina bisa memasarkan gas Elpiji ke masyarakat sehingga harga bersaing.