Hakim Tak Salah Jika Adopsi Ketentuan Hukum Internasional
Edsus Akhir Tahun 2014

Hakim Tak Salah Jika Adopsi Ketentuan Hukum Internasional

Awalnya, penerapan precautionary principle di dalam hukum lingkungan hidup hanya untuk mengisi kekosongan hukum. Kini, telah terwujud dalam sistem hukum nasional.

KAR
Bacaan 2 Menit

Para terhukum rupanya tak puas dengan putusan tersebut. Perkara itu kemudian dibawa ke tingkat banding. Namun, Pengadilan Tinggi Bandung justru menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama. Putusan PT Bandung No. 507/PDT/2003/PT.Bdg tanggal 5 Februari 2004 hanya menambah perbaikan amar putusan tanpa mengubah substansinya.

Proses hukum kemudian berlanjut hingga tingkat kasasi. Lagi-lagi MA menguatkan putusan yang ada. Akan tetapi yang menarik adalah pertimbangan hakim yang mencerminkan penerapan hukum progresif. Pasalnya, hakim mengadopsi ketentuan hukum internasional asas kehati-hatian (precautionary principle) yang belum menjadi bagian sistem hukum nasional. Hakim beralasan, ketentuan yang diadopsi merupakan ius cogen, norma yang diterima masyarakat internasional secara keseluruhan dan tidak dapat dilanggar.

MA berpendapat bahwa dalam kasus ini hakim harus memilih dan berpedoman kepada prinsip hukum lingkungan precautionary principle, Prinsip ke-15 yang terkandung dalam asas Pembangunan Berkelanjutan pada Konperensi Rio tanggal 12 Juni 1992 (United Nation Conference an Environment and Development). Hal ini dikarenakan kurangnya ilmu pengetahuan termasuk adanya pertentangan pendapat yang saling mengecualikan sementara keadaan lingkungan sudah sangat rusak.

MA mengakui, saat itu prinsip kehati-hatian belum masuk ke dalam perundang-undangan Indonesia. Tetapi, karena Indonesia sebagai anggota dalam konperensi tersebut maka MA berpendapat bahwa semangat dari prinsip ini dapat dipedomani dan diperkuat dalam mengisi kekosongan hukum dalam praktik.

“Hakim tidak salah menerapkan hukum bila ia mengadopsi ketentuan hukum internasional. Penerapanprecautionary principle di dalam hukum lingkungan hidup hanya untuk mengisi kekosongan hukum,” tegas majelis hakim dalam pertimbangan hukumnya.

Kini sejarah mencatat, Putusan MA No. 1794 K/Pdt/2004 yang memenangkan Dedi dkk. itu benar-benar progresif. Ia hadir sebagai tonggak pengaturan asas kehati-hatian dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Tags: