Hakim (Kembali) Kabulkan Eksepsi Freeport
Utama

Hakim (Kembali) Kabulkan Eksepsi Freeport

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akhirnya mengabulkan eksepsi PT Freeport Indonesia yang digugat bekas mitra kerjanya, PT Putra Perkasa Inti Mulya. Perkara ini disidang hampir setahun lamanya.

Sut
Bacaan 2 Menit
Hakim (Kembali) Kabulkan Eksepsi Freeport
Hukumonline

 

Awalnya, hakim belum bisa mempertimbangkan bukti (foto copy) perjanjian dari kuasa hukum Freeport, namun karena Putra Perkasa mengajukan bukti yang sama (dalam bentuk foto copy juga), maka bukti perjanjian dianggap memiliki kekuatan pembuktian.

 

Keunikan lain dari perkara ini adalah lamanya proses persidangan. Gugatan Putra Perkasa masuk tanggal 7 April 2008, namun hakim baru memutus perkara itu pekan lalu. Artinya, perkara ini disidang hampir setahun. Padahal para pihak yang bersengketa berdomisili di Indonesia. Tak ada pihak yang berdomisili di luar negeri. Belum jelas, apa yang menyebabkan perkara ini lama diproses. Para pihak pun enggan berkomentar mengenai masalah ini.

         

Masih ada keunikan lainnya. Perkara ini merupakan gugatan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Biasanya apabila dasar gugatan seperti itu, perkara itu tidak dapat diperiksa oleh arbitrase. Namun, Majelis Hakim menentukan lain. Mereka tetap mempertimbangkan klausul arbitrase.

 

Freeport sendiri dua kali mengajukan eksepsi. Pertama, eksepsi tersendiri yang diajukan tanggal 15 Juli 2008. Eksepsi ini ditolak Majelis pada 14 Oktober 2008. Kedua, eksepsi bersamaan dengan jawaban yang diajukan pada 21 Oktober 2008. Eksepsi inilah yang dikabulkan diputusan akhir Majelis.

 

Sebelum gugatan ini dilayangkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Putra Perkasa pernah mendaftarkan gugatan yang sama di pengadilan Amerika. Seperti di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, gugatan bengkel kontainer yang dilayangkan kepada Freeport-McMoRan Cooper & Gold Inc—induk perusahaan Freeport yang bermarkas di Negeri Paman Sam, Amerika—ini juga ditolak lantaran ada klausul arbitrase dalam perjanjian Freeport Indonesia  dengan Putra Perkasa.

 

Berawal dari Pemutusan Kontrak

Sekedar mengingatkan, kasus Freeport melawan Putra Perkasa digelar April tahun lalu. Freeport digugat oleh bekas mitra kerjanya. Perusahaan tambang emas dan tembaga yang mayoritas sahamnya dimiliki Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc itu dinilai telah memutus kontrak di luar kesepakatan.

 

Perusahaan pengail emas dan tembaga yang ber-site project di Timika, Papua, itu dituntut mengembalikan sejumlah biaya service kontainer yang belum dibayarkan kepada Putra Perkasa sepanjang kurun waktu 1999-2006. Selain dinilai telah memutus kontrak di luar kesepakatan, Freeport juga dianggap telah mengemplang pembayaran perbaikan kontainer. Putra Perkasa menaksir telah dirugikan perusahaan penguasa cadangan Grasberg—ladang tembaga dan emas terbesar di dunia—itu sebesar AS$ 15 juta.

 

Muchyar Yara, Kuasa Hukum Putra Perkasa yang lain, pernah mengisahkan kepada hukumonline kasus yang dialami kliennya. Menurut dia, sejak 1996, antara Freeport dan Putra Perkasa mengikat kontrak dalam jasa perbaikan kontainer. Awalnya, kerja sama berjalan mulus. Order perbaikan kontainer berjalan bagus dan pembayaran pun lancar. Namun sejak 1999, kata Muchyar, Freeport mulai mengurangi pekerjaan, dan secara lisan mengubah-ubah kontrak. Tak tanggung-tanggung, pengurangan order bisa sampai nihil 2-3 bulan. Sebagian besar reparasi kontainer, dialihkan Freeport ke kontraktor lain yang menurut Muchyar, kebanyakan belum terikat kontrak dengan Freeport.

 

Addendum kontrak itu antara lain, Freeport hanya mau membayar biaya buruh (labour) saja. Padahal awalnya, terdapat sejumlah komponen lain antara lain, tracking, lift-on/lift-off, storage dan labour. Keempat komponen itu pengerjaannya dilakukan oleh perusahaan subkontrak yang biayanya ditanggung terlebih dulu oleh Putra Perkasa dan kemudian dilakukan reimbursement ke Freeport.

 

Muchyar mengatakan kliennya itu tidak mau menandatangani addendum kontrak. Alasannya, ada kesewenangan dalam kontrak itu. Antara lain, biaya buruh yang sebelumnya sebesar AS$ 10 perjam, dipangkas menjadi Rp 10ribu perjam.

 

Sejak itu, Putra Perkasa semakin berkurang order reparasinya. Meskipun mereka masih dapat order, namun perusahaan itu tetap menanggung biaya komponen lain-lain. Hanya, ketika di-reimburse, tutur Muchyar, Freeport sudah tak mau lagi membayar komponen lain selain labour dan biaya reparasi.

 

Terhadap putusan ini, Muchzan Yara belum mau mengungkapkan upaya yang akan dilakukan kliennya. Kami belum tahu apakah mau banding atau mengajukan ke arbitrase, tandasnya.

 

Manajemen PT Putra Perkasa Inti Mulia mungkin sedang kecewa. Gugatan mereka terhadap PT Freeport Indonesia dimentahkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Selasa (24/03) pekan lalu, Majelis Hakim yang diketuai Syahrial ini menerima eksepsi absolut Freeport. Majelis menyatakan Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara No. 493/Pdt.G/2008/PN.JKT.SEL tersebut.

 

Putusan majelis langsung disambut antusias kuasa hukum Freeport, Arin Tjahjadi Muljana. Advokat dari Kantor Hukum Lubis, Santosa dan Maulana ini menyatakan Majelis sudah jeli dan cermat dalam mempelajari kasus ini. Walaupun Penggugat telah berusaha mengaburkan mengenai keberadaan klausula arbitrase, akan tetapi hakim secara cermat dapat melihat dari bukti yang diajukan oleh Penggugat dan Tergugat mengenai adanya kesepakatan klausula arbitrase, papar Arin kepada hukumonline.

 

Sementara kuasa hukum Putra Perkasa Muchzan Yara mengaku kecewa dengan putusan ini. Sebab gugatan sudah memasuki pokok perkara. Dan sebelumnya sudah ada putusan sela yang menolak eksepsi Freeport terhadap adanya klausul pemeriksaan di BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia. Jadi seolah putusan sela yang dulu itu tidak ada artinya. Seharusnya (putusan majelis) gugatan tidak dapat diterima karena kurang bukti, kata Muchzan.

 

Putusan ini mempertegas bahwa arbitrase-lah yang berwenang menangani masalah Freeport versus Putra Perkasa jika terjadi sengketa. Pasalnya, dalam kontrak jasa perbaikan kontainer, memang disebutkan ada klausula arbitrase. Kedua pihak menunjuk BANI sebagai forum penyelesaian jika terjadi sengketa. Uniknya Penggugat dan Tergugat hanya menunjukan bukti perjanjian dalam bentuk foto copy-an. Namun hakim tetap mempertimbangkan bukti tersebut lantaran ada kecocokan dokumen yang diajukan oleh Freeport maupun Putra Perkasa.

Halaman Selanjutnya:
Tags: