Hakim itu Adalah Hakim
Bahasa Hukum:

Hakim itu Adalah Hakim

Hakim ad hoc tidak dianggap sebagai hakim, tetapi mereka wajib tunduk pada kode etik hakim. Lantas, siapa sih yang disebut hakim?

Mys
Bacaan 2 Menit

 

RUU Peradilan Umum mengartikan hakim hanya meliputi “hakim pada pengadilan negeri dan pengadilan tinggi”. Selain kata ‘hakim’ tersebut, RUU Peradilan Umum mengenal kata ‘hakim ad hoc’, dan mengartikannya sebagai hakim yang bersifat sementara yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang tertentu untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang pengangkatannya diatur dalam undang-undang.

 

Definisi serupa tentang hakim ad hoc bisa ditemukan pada RUU PTUN dan RUU Peradilan Agama. Definisi dengan kalimat berbeda bisa kita temukan pada RUU Pengadilan Tipikor. Hakim ad hoc secara khusus dalam RUU ini diartikan sebagai seseorang yang diangkat berdasarkan persyaratan yang ditentukan dalam UU ini sebagai hakim tindak pidana korupsi.

 

Pola pendefinisian yang sama tentang hakim diikuti pula RUU PTUN dan RUU Peradilan Agama. Yang disebut hakim dalam konteks RUU ini hanya hakim pada peradilan tingkat pertama dan tingkat banding. Lalu, apakah hakim agung tidak termasuk hakim? Apakah hakim agung tidak tunduk pula pada RUU PTUN, RUU Peradilan Agama, dan RUU Peradilan Umum?

 

Rumusan yang memasukkan hakim agung ke dalam definisi ‘hakim’ bisa kita temukan pada RUU Kekuasaan Kehakiman. Di sini, hakim adalah “hakim pada Mahkamah Agung, dan hakim pada badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut”. RUU ini juga mempertegas sebutan hakim agung dan hakim konstitusi.

 

RUU bidang peradilan tidak mengenal pembedaan hakim karir dan non-karir. Yang dikenal adalah hakim karir dan hakim ad hoc. Pola ini juga dianut dalam UU No. 2 Tahun 2004 tentang Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), dan UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.  Di PHI, hakim ad hoc diangkat atas usul serikat buruh dan organisasi pengusaha. Sebaliknya, di Pengadilan Tipikor, hakim ad hoc tidak diusulkan oleh para pegiat gerakan anti korupsi dengan kelompok koruptor.

 

“Hakim pengadilan perikanan terdiri atas hakim karir dan hakim ad hoc,” begitulah rumusan pasal 78 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 2004. Di pengadilan ini, hakim ad hocnya diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung.

 

Carut marut istilah hakim dan definisinya muncul setelah 31 orang hakim agung mengajukan judicial review terhadap UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Ihwal perdebatannya adalah mengenai kata ‘hakim’ yang terdapat dalam Pasal 24 B UUD 1945. Kata serupa pada undang-undang turunannya turut menuai masalah. Dalam putusannya pada Agustus 2006, Mahkamah Konstitusi menyempitkan arti hakim dalam UU Komisi Yudisial tersebut hanya hakim tingkat pertama dan banding. Dengan kata lain, hakim agung tidak termasuk dalam lingkup definisi hakim dalam UU Komisi Yudisial.

Tags:

Berita Terkait