Hakim Harus Sepandangan Soal ‘Pihak Ketiga Berkepentingan’
Berita

Hakim Harus Sepandangan Soal ‘Pihak Ketiga Berkepentingan’

MA belum merasa perlu membuat PERMA maupun SEMA.

NOV
Bacaan 2 Menit
Febri Diansyah, Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW. Foto: ilustrasi (Sgp)
Febri Diansyah, Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW. Foto: ilustrasi (Sgp)

Putusan MK yang menolak permohonan uji materi mantan Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad membawa angin segar bagi pegiat anti korupsi. Selama ini, walau KUHAP tidak mengatur secara jelas makna “pihak ketiga berkepentingan”, legal standing LSM seringkali ditolak ketika mengajukan praperadilan terhadap SP3 ataupun SKPP.

Setelah MK memperluas tafsir pihak ketiga berkepentingan dalam Pasal 80 KUHAP, pihak ketiga berkepentingan tidak hanya sebatas pelapor maupun korban. Namun, dapat diartikan sebagai masyarakat luas yang bisa diwakili sekumpulan orang/LSM yang memiliki kepentingan dan tujuan sama demi kepentingan umum.

Atas putusan MK itu, Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Febri Diansyah mengapresiasi karena MK menegaskan tafsir yang konstitusional terhadap pihak ketiga berkepentingan. “Jadi, harapannya ke depan, tidak ada lagi perbedaan pandangan hakim di seluruh Indonesia tentang frasa ini,” katanya, Rabu (16/1).

Menurut Febri perluasan tafsir pihak ketiga berkepentingan sangat diperlukan untuk kasus-kasus yang menyangkut kepentingan umum, seperti korupsi, lingkungan hidup, serta kejahatan extraordinary lainnya. Sebab, dalam prakteknya, hakim biasanya mengutip pendapat Yahya Harahap untuk mendefinisikan pihak ketiga berkepentingan.

“Tapi, sekarang setelah ada tafsir konstitusional dari MK, seharusnya tidak ada perbedaan pemahanan lagi. Intinya, semua SP3 atau SKPP kasus korupsi dan kasus-kasus lainnya yang terkait kepentingan umum bisa dipraperadilankan masyarakat. MA seharusnya menyikapi putusan MK tersebut dengan positif,” ujarnya.

Untuk menyikapi putusan MK, Febri menyarankan agar MA menindaklanjutinya dengan membuat PERMA, SEMA, atau aturan lain untuk menyebarkan substansi putusan MK. Meski tidak termuat dalam amar putusan, pada dasarnya putusan MK itu berangkat dari ratio decidendi (alasan/pertimbangan) yang sifatnya juga mengikat.

Febri menjelaskan, permohonan Fadel ditolak karena MK dalam pertimbangannya memperluas tafsir pihak ketiga berkepentingan. MK memperkuat dan memperjelas posisi hukum LSM, sehingga putusan Pengadilan Negeri Gorontalo yang mengabulkan praperadilan LSM terhadap SP3 kasus Fadel sejalan dengan pertimbangan MK.

Tags: