Hakim Beri Peluang Damai Antara Adam Air dengan Pilot
Berita

Hakim Beri Peluang Damai Antara Adam Air dengan Pilot

Majelis hakim PN Jakarta Barat memberi kesempatan berdamai kepada manajemen Adam Air dengan pilotnya.

M-3
Bacaan 2 Menit
Hakim Beri Peluang Damai Antara Adam Air dengan Pilot
Hukumonline

 

Hubungan kerja kedua belah terganggu di tengah jalan. Sutan merasa tidak nyaman karena status kerja yang tidak tetap. Dalam bertugas, Sutan mengklaim sering dipaksa terbang walaupun pesawat tidak laik terbang. Asuransi, program jaminan sosial tenaga kerja, dan  spesifikasi pajak yang harus dibayar juga menjadi keluhannya. Setelah satu setengah tahun bekerja di Adam Air, Sutan akhirnya memilih keluar.

 

Langkah inilah yang dinilai Adam sebagai wanprestasi. Jangka waktu kontrak sudah jelas, yakni 48 bulan. Artinya, sebelum KKWT belum selesai, Sutan dilarang keluar dari Adam Air. Mediasi yang diperantarai Ditjen Perhubungan Udara gagal mencapai kata sepakat. Akhirnya, Adam menempuh langkah hokum ke PN Jakarta Barat. Adam Air meminta Sutan membayar ganti rugi berupa 15 ribu dolar AS biaya pendidikan, biaya kompensasi Rp100 juta, biaya atas jasa advokat Rp100 juta, plus ganti rugi immaterial sebesar Rp3,5 miliar.

 

Sutan mencoba melakukan perlawanan. Melalui kuasa hokum Junedi Sirait dan Eben Ezer Naibaho, Sutan menggugat balik Adam Air karena dugaan pelanggaran atas perjanjian kerja. Wanprestasi justeru terjadi karena pelanggaran yang terlebih dahulu dilakukan Adam Air (exception non adempleti contractus). Adam Air dinilai Sutan tergugat telah tidak mendaftarkan tergugat pada asuransi kecelakaan dan los license sebagaimana diperjanjikan dalam perjanjian kerja No. DZ-045/X/2003.

 

Selain itu, perjanjian kerja antara Sutan dan Adam Air dipandang cacat hokum karena tidak sesuai dengan pasal 59 ayat (4) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal ini membatasi perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diperjanjikan untuk jangka waktu dua tahun. Sementara Adam Air memberlakukan waktu 4 tahun alias 48 bulan. Perjanjian kerja itu cacat hokum, kata Junedi.

 

Bagaimana putusan akhir majelis hakim pimpinan Zaenal Arifin atas perkara ini? Banyak pihak yang menunggu…

Seyogianya, majelis hakim pimpinan Zaenal Arifin sudah membacakan putusan sejak dua pekan lalu. Namun, majelis urung membacakan putusan dalam dua kali persidangan. Terakhir, sidang 18 Januari lalu, majelis memberikan kembali kesempatan kepada kedua belah pihak untuk berdamai. Majelis akan memberikan putusan pada pekan ini, tergantung apakah kedua belah pihak sepakat pada klausul perdamaian.

 

Sidang pekan lalu memang sempat diskors untuk memberikan kedua belah pihak berunding, sekaligus mengajukan item-item perdamaian. Putusan atas perkara ini ditunggu banyak pihak, di tengah upaya pencarian korban jatuhnya pesawat Adam Air yang sudah lebih dari 20 hari. Anggota DPR Alvin Lie sengaja datang ke PN Jakarta Barat pekan lalu karena ingin mendengarkan putusan majelis.

 

Sengketa ini bermula dari gugatan Adam Air terhadap 16 orang mantan pilotnya. Adam menuduh tergugat melakukan wanprestasi alias pelanggaran kontrak. Namun dalam perjalanannya, tidak semua pilot memilih bertarung lewat meja hijau. Sebagian memilih damai di tengah jalan atau ada yang kembali bekerja di Adam Air. Kapten Sutan Salahuddin adalah pilot yang memilih terus berjuang lewat pengadilan, yakni perkara yang kini menunggu putusan majelis hakim PN Jakarta Barat.

 

Gugatan wanprestasi ini dapat ditelusuri ke awal penandatanganan kontrak kerja pada 15 Oktober 2003. Sutan menandatangani perjanjian kerja sebagai penerbang untuk PT Adam Skyconnection Airlines untuk jangka waktu 48 bulan sebagai karyawan kontrak kerja waktu tertentu (KKWT).

Halaman Selanjutnya:
Tags: