Hakim Agung Djoko Sarwoko Diminta untuk Dinonpalukan
Berita

Hakim Agung Djoko Sarwoko Diminta untuk Dinonpalukan

Masyarakat Hukum Indonesia (MHI) melaporkan Hakim Agung Djoko Sarwoko ke Komisi Yudisial karena dinilai tak konsisten dalam memutus pengajuan PK oleh jaksa. Sebelumnya, Ketua MA Harifin Tumpa telah membela Djoko.

Ali
Bacaan 2 Menit
Hakim Agung Djoko Sarwoko Diminta untuk Dinonpalukan
Hukumonline

 

Menurut Kamal, Djoko juga sudah beberapa kali dilaporkan ke KY. Salah satunya adalah dugaan pembiaran suap lima milliar kepada MA dalam kasus perdata wanprestasi utang Marubeni Corporations dan Sweet Indo Lampung pada awal 2008.

 

Selain MHI, Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) juga terlebih dahulu melaporkan Djoko ke KY seputar inkonsistensi putusan. Substansi laporannya sama, ujar Ketua TPDI Petrus Selestinus yang menyambangi KY untuk melengkapi bukti.

 

Karenanya, Kamal meminta agar KY segera mengeluarkan rekomendasi untuk me-non-palu-kan Djoko. Artinya, Djoko tidak boleh lagi menangani suatu perkara. Sangat patut kiranya Komisi Yudisial RI merekomendasikan untuk me-non-palu-kan hakim agung tersebut (Djoko,-red),


Sebelumnya, Ketua MA Harifin A Tumpa pernah menyatakan 'pembelaannya' terhadap Djoko. Ia menolak bila koleganya itu disebut tak konsisten. Justru Pak Djoko sudah konsisten, ujarnya. Ia menegaskan secara prinsip PK oleh jaksa memang tidak bisa dibenarkan. Namun, lanjutnya, Djoko bisa menerjemahkan permohonan PK oleh jaksa yang sesuai dengan kepentingan umum dan kepentingan negara.

 

Dua syarat itu -adanya kepentingan umum dan kepentingan negara-, jelas Harifin merupakan syarat mutlak diterimanya PK oleh jaksa. Sehingga, MA memang tak akan sembarangan mengabulkan PK oleh jaksa.

Pro-kontra pengajuan peninjauan kembali (PK) oleh jaksa akhirnya bermuara juga ke Komisi Yudisial (KY). Masyarakat Hukum Indonesia (MHI) secara resmi melaporkan majelis hakim PK perkara Joko Tjandra dan Syahril Sabirin ke Komisi Yudisial. Pengajuan PK oleh jaksa itu melanggar KUHAP, ujar Direktur Eksekutif MHI, A.H. Wakil Kamal di gedung KY, Rabu (29/7).

 

Majelis yang mengadili perkara Joko Tjandra adalah Djoko Sarwoko selaku ketua serta I Made Tara, Komariah Emong Sapardjaja, Mansyur Kartayasa, dan Suhardi. Hakim Agung Komariah dan Suhardi mengajukan dissenting opinion atau pendapat berbeda dengan menyatakan jaksa tak boleh mengajukan PK. Kami minta seluruh hakim di majelis itu diperiksa KY, tutur Kamal.

 

Kamal secara khusus menyoroti kiprah Djoko Sarwoko. Ia menilai Djoko telah inkonsisten dalam memutus perkara dalam dua perkara terkait PK oleh jaksa. Ia membandingkan putusan Djoko dalam perkara Joko Tjandra dengan perkara Mulyar bin Syamsi.

 

Dalam perkara PK terhadap terpidana Mulyar bin Syamsi, Djoko yang kala itu bertindak sebagai anggota majelis secara tegas menyebutkan PK tak bisa diajukan oleh jaksa. PK merupakan murni hak terpidana atau ahli warisnya. Namun, di perkara Joko Tjandra dan Syahril Sabirin, Djoko justru ikut mengabulkan PK yang diajukan jaksa.  

 

Petikan Pertimbangan Putusan Mulyar bin Syamsi

 

Bahwa Pasal 263 ayat (1) KUHAP telah menentukan bahwa terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, Terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung

 

Bahwa ketentuan tersebut telah mengatur secara tegas dan limitatif bahwa yang dapat mengajukan peninjauan kembali adalah Terpidana atau ahli warisnya. Hal ini berarti bahwa yang bukan Terpidana atau ahli warisnya tidak dapat mengajukan peninjauan kembali.

 

Bahwa due proses of law tersebut berfungsi sebagai pembatasan kekuasaan negara dalam bertindak terhadap warga masyarakat, dan bersifat normatif, sehingga tidak dapat ditafsirkan dan tidak dapat disimpangi, karena akan melanggar keadilan dan kepastian hukum.

 

Majelis Hakim: Iskandar Kamil (ketua), serta Djoko Sarwoko dan Bahauddin Qoudry (masing-masing sebagai anggota)

Halaman Selanjutnya:
Tags: