Gugurnya Legal Standing “Sang Macan Asia”? Tanggapan terhadap Artikel Timur Sukirno
Oleh: Chandra Kurniawan*)
Kolom

Gugurnya Legal Standing “Sang Macan Asia”? Tanggapan terhadap Artikel Timur Sukirno
Oleh: Chandra Kurniawan*)

Pengunduran diri baru dianggap sah bila dinyatakan dengan tegas dan secara tertulis untuk menghindari asumsi.

Bacaan 2 Menit

Dugaan Pelanggaran Pidana
Mengenai anggapan Sang Macan Asia dapat terkena pidana akibat melanggar pasal pidana Undang-Undang No. 42 Tahun 2008 mengenai Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden bila dipermasalahkan oleh KPU atau pihak terkait pasangan capres-cawapres No. 2, Penulis juga kurang sependapat. Penulis kutipkan pasal-pasal yang dimaksud:

Pasal 245

(1) Setiap calon Presiden atau Wakil Presiden yang dengan sengaja mengundurkan diri setelah penetapan calon Presiden dan Wakil Presiden sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara putaran pertama, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).

Pasal 246                                              

(1) Setiap calon Presiden atau Wakil Presiden yang dengan sengaja mengundurkan diri setelah pemungutan suara putaran pertama sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara putaran kedua, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Penulis tidak melihat pasal pidana ini merupakan delik aduan sehingga kurang tepat bila digantungkan kepada kehendak KPU atau tim hukum capres no. 2 sebagaimana didalilkan oleh Timur Sukirno. Akan tetapi, terlalu naif juga bila memaksakan penggunaan unsur-unsur pasal ini kepada Sang Macan Asia dan akan mengakibatkan ketidakadilan bila unsur-unsur pasal di atas ingin dipaksakan digunakan untuk memidanakan beliau mengingat pidana adalah ultimum remedium dan ada jargon dalam ilmu hukum bahwa lebih baik membebaskan seribu orang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah.

Menurut Penulis, seharusnya dirunut terlebih dahulu filosofi mengapa pembentuk undang-undang merasa perlu memberikan hukuman pidana terhadap calon presiden dan wakil presiden yang mengundurkan diri sejak ditetapkan sampai dengna pelaksanaan pemungutan suara.

Terkait dengan interpretasi substansial yang dikemukakan dalam tulisan Timur Sukirno, terus terang Penulis tidak pernah mendengar atau membaca dalam literatur ilmu hukum mengenai istilah interpretasi substansial. Perlu diingat bahwa terdapat adagium dalam ilmu hukum yang menyatakan bahwa tidak diperbolehkan menafsirkan suatu pasal dalam undang-undang yang sudah jelas bunyi pasalnya. Bila hakim masih menganggap tidak jelas maka menurut Penulis lebih tepat bila hakim melakukan penafsiran historis dengan mendasarkan pada sejarah terjadinya pasal tersebut dari memori penjelasan, laporan perdebatan dalam DPRatau surat menyurat dengan komisi DPR.

Sebagai penutup, Penulis berbeda harapan dengan Timur Sukirno dan berharap MK tidak menganggap pasangan capres dan cawapres no. 1 tidak memiliki legal standing dengan alasan pidato Sang Macan Asia. Berkaca dari kejadian pada tahun 2009 dimana MK pernah juga memutus sengketa pemilu capres dan cawapres maka akan lebih bijak bila MK berpendapat bahwa pasangan capres dan cawapres no. 1 memiliki legal standing terlepas apapun hasil putusan MK nanti. Saat ini, Penulis belum ingin berpendapat mengenai apapun hasil putusan MK nanti baik menolak ataupun mengabulkan permohonan pemohon.

*Calon Advokat
**Penulis tidak mewakili koalisi apapun dan tidak juga tergabung dalam koalisi advokat untuk demokrasi maupun koalisi advokat merah putih.

Tags:

Berita Terkait