Gugatan Warga Batam Kandas
Berita

Gugatan Warga Batam Kandas

Dinilai tidak memiliki bukti hak atas tanah, gugatan warga Batam kandas.

Mon
Bacaan 2 Menit

 

Kuasa hukum Adi, Vinsen H Ranteallo menyatakan akan mengajukan banding atas putusan majelis hakim. “Bagaimana dikatakan tanah negara, kita kan sudah memiliki tanda register,” katanya usai bersidang.

 

Banyak kasus serupa

Sementara, kuasa hukum Otorita Batam, Muchamad Kenny Rizki Daeng Macallo menyatakan putusan majelis haim sudah tepat. Kenny menyatakan dalam bukti tanda register sendiri disebutkan bahwa tanah yang dikuasai Tan A Seng adalah tanah negara. Saat ini, kata Kenny, kasus serupa banyak terjadi di Batam. “Saya berharap putusan ini menjadi titik tolak untuk menjelaskan pada masyarakat soal hak atas tanah,” ujarnya.

 

Sebelumnya, gugatan dilayangkan lantaran pemerintah Otorita Batam menolak membayar ganti rugi lantaran ketika menguasai tanah, Tan A Seng bukan warga negara Indonesia. Otorita Batam hanya bersedia mengganti ‘uang sagu’ Rp50/m2 sehingga Tan A Seng menolak kompensasi itu. Padahal Tan A Seng sendiri telah menjadi Warga Negara Indonesia sejak 1980.

 

Standar kompensasi itu, mengacu Keppres No. 41 Tahun 1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam. Berdasarkan Keppres itu, pihak Otorita Batam menetapkan ganti rugi tanah masyarakat yang besarnya antara Rp50-Rp2.500/m2. Penetapan itu dinilai bertentangan dengan UU Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 yang menjamin hak masyarakat atas tanah. Tanah Tan A Seng sendiri telah didaftarkan pada pemerintah sesuai Surat Tanda Register seluas 28,87 hektar yang terletak di Sei Buluh, Kecamatan Sungai Beduk, Batam.

 

Dalam gugatan diterangkan presiden seharusnya mengevaluasi kinerja dan kebijakan Otorita Batam khususnya tentang ganti rugi atas tanah. Ganti rugi itu seharusnya disesuaikan dengan kondisi dan biaya hidup di daerah Batam. Ganti rugi maksimal Rp2.500/m2 sangat tidak layak untuk kehidupan kota Batam. Kondisinya tak beda jauh dengan Jakarta.

 

Tindakan otorita Batam yang mengambil alih lahan penggugat secara sewenang-wenang dinilai sebagai perbuatan melawan hukum. Sedangkan presiden dituding melakukan pembiaran atas kesewenang-wenangan itu. Akibatnya penggugat menderita kerugian.

Tags: