GM SLS Chevron Dituntut Enam Tahun Penjara
Berita

GM SLS Chevron Dituntut Enam Tahun Penjara

Permintaan penuntut umum dianggap ultra petita karena melebihi apa yang didakwakan.

NOV
Bacaan 2 Menit

Kemudian, sesuai Production Sharing Contract (PCS) tanggal 15 Oktober 1992 antara BP Migas dan CPI, pembebanan biaya cost recovery bioremediasi termasuk golongan biaya non capital.Setelah vendor atau rekanan menerima pembayaran dari PT CPI, biaya dilaporkan setiap tiga bulan atau financial quarterly report (FQR) ke BP Migas.

Untuk pelaksanaan Kontrak Bridging No.C-905616 tanggal 1 September 2011 dengan nilai kontrak AS$741,402 ribu, penuntut umum Ariawan menerangkan, PT SJ telah mengajukan invoice kepada PT CPI. Total tagihan pekerjaan bioremediasi PT SJ sebesar AS$225,889 ribu, setelah dipotong pajak pembayaran menjadi AS$221,327 ribu.

Terhadap pembiayaan pelaksanaan proyek bioremediasi yang telah dikeluarkan PT CPI kepada Direktur PT SJ, PT CPI memperhitungkan biaya-biaya itu ke BP Migas dengan mekanisme cost recovery. PT CPI selaku KKKS mendapatkan kembali biaya-biaya dengan FQR ke-1 tahun 2012 sebesar AS$486 ribu.

Berdasarkan laporan hasil penghitungan kerugian negara oleh BPKP tanggal 9 November 2012, pelaksanaan proyek bioremediasi CPI tahun 2006-2012 merupakan kegiatan yang tidak sesuai dengan Kepmen LH No.128 Tahun 2003. Penyimpangan kegiatan bioremediasi PT CPI mengakibatkan kerugian negara sebesar AS$9,99 juta.

Ariawan melanjutkan, dari besaran nilai yang dibayarkan kepada Herland, AS$6,9 juta, termasuk di dalamnya pembayaran Kontrak Bridging No.C905616 sebesar AS$221,327 ribu. Jumlah kerugian negara dari biaya cost recovery bioremediasi yang diakibatkan oleh perbuatan terdakwa adalah sebesar AS$228ribu.

Menanggapi tuntutan, pengacara Bachtiar, Maqdir Ismail mengatakan, tuntutan penuntut umum ultra petita atau melebihi apa yang didakwaan. Dalam dakwaan, kerugian negara dinyatakan AS$221,327 ribu, tapi dalam surat tuntutan tiba-tiba kerugian negara berubah menjadi AS$228ribu.

"Ini satu fakta, kesahalan prinsipil yang dilakukan penuntut umum dalam membuktikan perkara ini. Kesalahan satu persatu mulai ditunjukan. Mulai dari penjemputan paksa Pak Bachtiar, penyidikan yang seharusnya tidak ada karena sudah dibatalkan di putusan praperadilan. Putusan praperadilan itu tidak bisa dibanding," katanya.

Kemudian, penuntut umum juga melakukan kesalahan fatal karena ahli dari BPKP Juliver Sinaga mengaku mengutip keterangan saksi Yosi Prakarsa yang tidak pernah ada. "Yang paling menggelikan adalah ketika penuntut umum memotong keterangan ahli pidana Prof Laica habis-habisan," ujar Maqdir.

Menurutnya, Laica memang menyatakan jika tidak punya izin, pekerjaan yang dilakukan menjadi tidak sah. Namun, Laica menambahkan walaupun izin sudah habis, sedang diperpanjang, serta tidak ada larangan dari pemberi izin dan pemberi izin itu melakukan pengawasan, pekerjaan tetap sah

Tags: