Memahami Gaslighting dan Kemungkinan Jerat Hukum Bagi Pelakunya
Terbaru

Memahami Gaslighting dan Kemungkinan Jerat Hukum Bagi Pelakunya

Gaslighting adalah salah satu bentuk kekerasan psikis. Istilah ini mulai akrab di telinga beberapa waktu belakangan ini. Lalu, adakah sanksi hukumnya?

Tim Hukumonline
Bacaan 4 Menit

Contoh gaslighting dalam hubungan percintaan: menyangkal semua hal yang dituduhkan pasangan dan menolak ajakan korban untuk berdiskusi; “Nggak gitu. Itu cuma perasaan kamu, doang!”

Contoh gaslighting dalam pertemanan: meremehkan emosi korban dan menuduhnya selalu bereaksi dengan berlebihan; “Ih, baper banget deh lo. Kan gue cuma nanya, nggak usah sewot kali.”

Contoh gaslighting dalam hubungan rumah tangga: meyakinkan korban bahwa dirinya adalah orang linglung, suka mengada-ada, dan sulit mengingat sesuatu; “Nggak usah buat-buat omongan deh. Kamu selalu gitu, inkonsisten. Apa-apa lupa dan suka buat-buat omongan sendiri!”

Contoh gaslighting pada anak oleh orang tua: meyakinkan korban bahwa dirinya tidak bisa mengambil keputusan sendiri dan apa yang dilakukannya selalu salah; “Jangan gitu, nggak baik buat kamu. Pilih ini aja, duh kamu kebiasaan deh nggak bener tiap ngerjain sesuatu.”

Apakah Gaslighting Melanggar Hukum?

Sebagian hubungan tidak dapat diakhiri dengan mudah. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui perlindungan hukum yang diberikan kepada korban.

Sebagai bentuk kekerasan psikis yang merugikan korban, terdapat sejumlah ketentuan hukum yang mungkin menjerat pelaku gaslighting. Jerat hukum ini disesuaikan dengan bentuk hubungan antara pelaku dan korban.

Sebagai contoh, jika antara pelaku dan korbannya terikat hubungan keluarga, pelaku mungkin dijerat dengan UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). Pasal 5 UU PKDRT menerangkan bahwa setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga dengan cara kekerasan fisik, psikis, seksual, atau penelantaran rumah tangga.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait