Gagas Sistem Online Evaluasi Regulasi, BPHN Butuh Dukungan
Berita

Gagas Sistem Online Evaluasi Regulasi, BPHN Butuh Dukungan

Terobosan untuk mengevaluasi regulasi yang berjumlah puluhan ribu menjadi lebih cepat dan efektif. Tapi, masih terkendala anggaran.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

“Setiap UU yang berlaku masuk dalam filter analisis dan evalusi untuk kemudian disaring melalui dimensi yang ada. Setelah itu, terbit rekomendasi soal apakah UU tersebut layak terus berlaku, direvisi, atau dicabut dengan beragam sebab mulai sudah diatur UU lain, tumpang tindih, dan lain-lain,” ujarnya.

 

Dia melanjutkan lembaganya mengemban prioritas nasional di bidang peraturan perundangan. Namun, BPHN belum didukung sistem teknologi informasi yang memadai. “Untuk mewujudkan sistem online analisis dan evaluasi ini kita berharap Bapennas dan Dirjen Anggaran Kemenkeu dapat memberi support dana,” harapnya.

 

Menyambut baik

Terpisah, Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Hubungan Kelembagaan, Diani Sadiawati menyambut baik gagasan BPHN ini untuk membangun sistem data hasil analisa evaluasi UU secara tepat sebagai rujukan kementerian/lembaga. “Termasuk membubarkan atau tidaknya lembaga pemerintah nonkementerian. Jadi menurut saya tool-nya juga harus diperbaiki,” ujarnya.

 

Menurutnya, di era keterbukaan informasi, sistem digital dalam melakukan monitoring, analisis, dan evaluasi peraturan perundang-undangan menjadi kewajiban. “Semua kementerian mesti punya akses proses pembuatan hingga evaluasi peraturan perundang-undangan yang nantinya dilakukan oleh badan legislasi di internal pemerintahan. Apalagi, masing-masing kementerian sudah memiliki website tersendiri. Mereka harus tetap meng-upgrade regulasi-regulasinya sendiri-sendiri,” ujarnya.

 

Terpisah, Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hukum (Puskapkum) Ferdian Andi Rahmat menilai ide gagasan Prof Benny positif. Namun, sistem evauasi online ini dilakukan setelah tahap pembahasan RUU antara pemerintah dan DPR tidak maksimal. “Semestinya penerapan instrumen sistem ini sebelum UU atau aturan lainnya diberlakukan, bukan setelah berlaku. Ini namanya regulatory impact assesment,” ujarnya.

 

Dosen Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara ini menambahkan pembuatan RUU atau aturan di bawahnya harus konsisten dan merujuk UU No.12 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan agar peraturan dibuat memiliki daya guna dan manfaat. “Tetapi, monitoring dan evaluasi pun dapat dilakukan sebelum dan sesudah peraturan tersebut diberlakukan,” katanya.

Tags:

Berita Terkait