Gagal Bertanding, Penunggang Kuda Gugat Dokter
Berita

Gagal Bertanding, Penunggang Kuda Gugat Dokter

Analisis dokter, penunggang kuda alami putus tulang ekor dan retak tulang rusuk.

HRS
Bacaan 2 Menit
Gagal Bertanding, Penunggang Kuda Gugat Dokter
Hukumonline

Adinda Yuanita terpaksa mengurungkan niatnya untuk menunjukkan prestasi di ajang EFI Rolex World Cup 2013 yang berlangsung di Swedia pada 24-28 April 2013. Penyebabnya tak lain karena vonis dokter yang menyatakan Adinda mengalami cidera tulung rusuk dan tulang ekor. Cidera ini didapatnya karena Adinda terjatuh saat latihan berkuda pada 6 November 2012. Latihan tersebut untuk mempersiapkan dirinya mengikuti Kejuaraan Nasional Federation Equatrian Indonesia pada 9-11 November 2012.

Untungnya, Adinda memperoleh medali emas saat kejurnas tersebut. Ia menyatakan saat itu tidak merasakan sakit apapun karena jatuh dari kuda adalah hal yang biasa bagi penunggang kuda. Meskipun merasa baik-baik saja, atlet nasional ini memutuskan untuk memeriksa kesehatannya ke dokter ahli penyakit tulang.

Setelah membaca promosi, Sahid Sahirman Memorial Hospital dipilih sebagai tempat memeriksakan kondisinya. Dalam situs yang dilihat Adinda, rumah sakit ini menyatakan ingin berkomitmen menjadi center of excelience untuk layanan kesehatan urologi, neuroscience centre, spine centre, jantung dan pembuluh darah, kesehatan wanita, pusat diagnostik, serta ortopedi centre.

Yakin dengan pilihannya, atlet yang pernah meraih medali emas di Sea Games 2011 di cabang olahraga berkuda ini diperiksa oleh dokter Guntur Eric Luis Adiwati yang juga ditarik menjadi tergugat I. Setelah menceritakan kondisinya ke dokter Guntur, tergugat pun melakukan tindakan medis, yaitu pemeriksaan radiologi selama 30 menit. Setelah pemeriksaan tersebut, dokter mengatakan bahwa tiga tulang rusuk Adinda retak sedangkan tulang ekornya putus.

Vonis dokter ini sangat mengejutkan Adinda. Kendati demikian, Adinda mempercayai vonis tersebut karena tergugat adalah dokter yang sangat ahli di bidangnya meskipun klaim dokter tersebut belum berdasarkan analisis dari dokter ahli radiologi yang bertanggung jawab untuk pemeriksaan radiologi itu. Tergugat I pun menyarankan Adinda agar keretakan tersebut harus segera diatasi. Kalau tidak, retakan tulang tersebut akan menusuk paru-paru.

Klaim tersebut sangat menakutkan Adinda. Alhasil, Adinda menyetujui anjuran dokter untuk memberikan lima suntikan obat yang bernama Tramal. Pada 17 November 2012, Adinda lagi-lagi disuntik Tramal sebanyak 5 kali dengan 3 kali di tulang dada dan 2 kali di tulang ekor. Adinda juga percaya ketika dokter menyebut ada sebuah obat mutakhir yang dipercaya dapat membantu pemulihan tulang dengan sangat cepat. Aclasta namanya. Adinda setuju dan membeli obat Aclasta seharga Rp12 juta untuk 2 botol. Singkat cerita, Guntur akhirnya kembali menyuntik 5 suntikan Tramal dan memasukkan Aclasta melalui infus.

Tak disangka, tiga minggu setelah diinfus Aclasta, Adinda mengalami kesakitan yang sangat  parah. Adinda sering pingsan sehingga harus duduk di kursi roda. Wajahnya pun menjadi buruk rupa. Wajahnya membulat seperti bulan, punggungnya berpunuk, wajahnya ditumbuhi bulu, dan berat badannya naik menjadi 15 kilogram. Karena kondisi yang mengenaskan ini, Adinda langsung berobat ke Singapura.ia berkonsultasi ke beberapa dokter spesialis tulang. Alhasil, diketahuilah bahwa Adinda menderita penyakit Cushing Syndrome. Chusing Syndrome adalah penyakit yang terjadi akibat pemberian obat-obatan steroid tertentu dalam dosis tinggi yang menyebabkan tubuh penggugat berhenti memproduksi endokrin cortisol.

Tags:

Berita Terkait