FH UGM Minta Presiden dan DPR Harus Hentikan Praktik Autocratic Legalism
Utama

FH UGM Minta Presiden dan DPR Harus Hentikan Praktik Autocratic Legalism

Caranya, menghentikan Revisi UU Pilkada dan pembahasan RUU yang menggerogoti demokrasi dan negara hukum pada masa transisi pemerintahan, antara lain RUU TNI, RUU Polri, RUU Penyiaran, RUU Dewan Pertimbangan Agung, dan RUU Mahkamah Konstitusi.

Agus Sahbani
Bacaan 3 Menit
Sejumlah pengunjuk rasa dari berbagai elemen masyarakat menyampaikan aspirasinya terkait penolakan Revisi UU Pilkada yang mengabaikan 2 putusan MK di depan kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (22/8/2024). Foto: RES
Sejumlah pengunjuk rasa dari berbagai elemen masyarakat menyampaikan aspirasinya terkait penolakan Revisi UU Pilkada yang mengabaikan 2 putusan MK di depan kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (22/8/2024). Foto: RES

Insiden Badan Legislasi DPR yang hendak mengesahkan Revisi UU Pilkada terkait materi syarat pencalonan kepala daerah yang mengabaikan Putusan MK No.60/PUU-XXII/2024 dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 tanggal 20 Agustus 2024 terus menuai protes keras dari kalangan perguruan tinggi hukum. Salah satunya, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM).

Pasalnya, langkah yang dilakukan DPR dan Presiden yang hendak merevisi UU Pilkada yang menganulir Putusan MK tersebut dinilai bentuk pembangkangan terhadap konstitusi. Meski akhirnya dibatalkan seiring masifnya aksi demonstrasi berbagai elemen masyarakat di sejumlah daerah yang menolak pengesahan RUU Pilkada.           

“Proses manipulasi demokrasi seperti ini harus dilawan oleh seluruh komponen rakyat Indonesia karena menciderai kedaulatan rakyat,” ujar Dekan FH UGM Dahliana Hasan dalam keterangan resminya yang diunggah di akun Instagram FH UGM, Kamis (22/8/2024).

Baca Juga:

Ia mengingatkan Indonesia dibangun sebagai Negara Hukum Demokratis dimana kedaulatan rakyat merupakan kekuasaan tertinggi yang dijelmakan ke dalam norma-norma konstitusi sebagaimana dipatrikan ke dalam UUD Tahun 1945. MK didirikan untuk terus menjaga denyut nadi demokrasi dan konstitusi agar cita-cita dasar pembentukan pemerintahan untuk mewujudkan keadilan sosial dan kesjahteraan rakyat dapat tercapai.

Menurutnya, Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 tanggal 20 Agustus 2024 memberikan harapan baru untuk menyelamatkan demokrasi dari permainan oligarki yang hendak memanipulasi pemilihan kepala daerah dengan mengusung calonnya berhadapan dengan kotak kosong atau calon boneka. Putusan MK merupakan penjelmaan prinsip-prinsip demokrasi dan negara hukum yang terdapat dalam UUD 1945 harus dipatuhi.

“Revisi UU Pilkada yang dilakukan secara tertutup, tergesa-gesa, dan mengabaikan aspirasi publik adalah corak legislasi otoritarian (autocratic legalism) yang dibuat bukan untuk tujuan pelembagaan demokrasi, melainkan kepentingan anti-demokratis untuk kepentingan dinasti politik dan golongan elit politik tertentu,” ujar Dahliana.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait