Fenomena Tumpang Tindih Hak Atas Tanah Pertambangan
Terbaru

Fenomena Tumpang Tindih Hak Atas Tanah Pertambangan

Sengketa dan tumpang tindih hak atas tanah seringkali menjadi isu yang tidak terhindarkan, ini penyebab dan solusinya.

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 4 Menit

Jika melihat dari sisi regulasi, Yagus Suyadi memaparkan bahwa terdapat irisan antara Undang-Undang No. 39 tahun 2014 tentang Perkebunan dan Undang-Undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. 

Pada UU Perkebunan, sebagian besar hasil akhir merupakan diterbitkannya sertifikat hak atas tanah. Sedangkan, pada UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara lebih menekankan bahwa tidak semua wilayah pertambangan dapat diterbitkan sertifikatnya. “Perbedaan terkait terdaftar atau tidaknya pada BPN dan batasan wilayah penguasaan berdasarkan dua regulasi tersebut menimbulkan tumpang tindih terhadap penguasaan tanah pertambangan” paparnya.

https://lh5.googleusercontent.com/91v-SEvkf_DdaG3z0GvvHsKfyjSL7jzlIbj_v00c5gwPJGG6KaAI6trCtPsVaV7Gn_1t7IbIVrP2kGPKYMjWOgCFKdKTNItz1MrBLTQzT5yoBAFTUtMtPVR4pLA8j_xKFtUCSZ0IsZ1LTXtVBo4SOgXYMQKAVMChmeK9qe5UsRiMykEuJLiuEDK68Q

Dilanjutkan Yagus Suyadi, guna meminimalkan terjadinya sengketa konflik tanah antara perkebunan dan pertambangan, setidaknya ada enam upaya yang dapat dilakukan.

  1. Pemetaan lokasi usaha perkebunan dan pertambangan.
  2. Penertiban usaha perkebunan/pertambangan dengan pemberian hak atas tanah.
  3. Membatasi jangka waktu maksimal pengusahaan perkebunan.
  4. Sinkronisasi penerbitan perizinan.
  5. Merumuskan tipologi konflik dan penyelesaiannya.
  6. Sinkronisasi regulasi perizinan usaha (KKPR).

Pada kesempatan yang sama, Bambang Sujito, Koordinator Hukum Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM RI, memaparkan bagaimana penentuan wilayah pertambangan di Indonesia dilakukan.Terkait definitif penetapan wilayah pertambangan, Bambang Sujito menyatakan pada dasarnya terdapat dua definisi wilayah pertambangan, yaitu wilayah pertambangan dan wilayah hukum pertambangan. 

Wilayah Hukum Pertambangan (WHP) di Indonesia sendiri terdiri atas dua wilayah, yakni non-wilayah pertambangan dan wilayah pertambangan. Wilayah pertambangan (WP) sebagai bagian dari wilayah hukum pertambangan merupakan landasan bagi penetapan kegiatan usaha pertambangan. Penentuan wilayah pertambangan ini ditetapkan oleh pemerintah pusat, setelah sebelumnya ditentukan pemerintah provinsi dan hasil konsultasi dengan DPR RI.

Bambang Sujito juga menambahkan bahwa meskipun demikian, penetapan wilayah pertambangan maupun wilayah usaha pertambangan tetap berdasarkan usulan pemerintah daerah. Pasalnya, pemerintah daerah merupakan pihak yang paling memahami terkait pemetaan wilayah daerahnya. “Dengan demikian, setiap izin sektor pertambangan yang diterbitkan, harus sesuai peruntukan dan kawasan budidaya yang diperbolehkan dilakukan kegiatan pertambangan” ujarnya.

Tags: