Fenomena Aset Kripto: Antara Risiko dan Rendahnya Literasi Konsumen
Utama

Fenomena Aset Kripto: Antara Risiko dan Rendahnya Literasi Konsumen

Tantangan yang pesat dari perkembangan keuangan digital harus dibarengi degan landasasan pemahaman dan respons kebijakan yang tepat.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit

“NFT ini adalah token digital, unik, langka tetapi memilki nilai. Jika dibeli seseorang, maka tidak bisa lagi dibeli yang lain. Tidak bisa dipecah-pecah dan transparan. Karena kelangkaan ini, maka berharga di komunitas aset ini dan mahal. Kenapa mahal? Di banyak kasus, ditetukan oleh siapa penjual dan pembeli,” kata Nyoman.

Menurut Nyoman, saat ini Kementrian Kominfo sedang melakukan telaan terkait dampak-dampk dari perkembangan investasi kripto jenis NFT ini. “Kami masih dalam tahap awal. Tidak banyak yang menguasai maka kita butuh sering dengan para pakar. Sebab, Kominfo lebih banyak bertanggung jawab dari sisi penyelenggaran sistem elektronk, itu yang kami atur. Lebih kepada tata kelola, kewajiban registasi, hingga pengamanan data,” jelas Nyoman di virtual seminar LPPI itu.

NFT, lanjutnya, tidak lebih dari fase berikut dari teknologi blockchain. Adapun potensi aplikasi NFT ada di berbagai bidang antara lain digital identity, intelectual property, academi credential, gaming industry, ticketing, art galleries, votting, mucis, dan social media.

“Awalnya kita pesimis dengan kripto, lama-lama kita antusias. Tetapi kita sadar bahwa ini masih harus diatur. Karena tidak lama akan masuk fase normal, mulai diterapkan.”

Sejauh ini, menurut Nyoman isu yang berkembang di Indonesia antara lain terkait sejauh mana teknologi kripto atau blockchain ini diatur. Memang blockchain yang beredar sudah memilik semacam nomor identitas, namun BI tetp mengatakan bahwa kripto bukan mata uang, tetapi investasi kripto diatur dalam Kepmendag dan diawasi Bapebpti.

“Kita juga masih ada isu copyright digital hardware di kalangan pelaku inovasi ini. Tetapi menurut UU kita tidak mengatakan hal itu, sebelum NFT itu diatur sebagai aset yang dilindungi.”

Maka, menurut Nyoman, penyedia platrom NFT harus teregistrasi sebagai penyelanggara sistem elektronik, dan kontenny harus memenuhi unsur budaya bangsa. Ini perijinannya harus lintas lembaga dan kementrian.

“Banyak negara juga mengatur isu yang sama. Beluma ada kejelasan soal hak cipta. Bahkan hanya diperbolehkan untuk game ekosistem. Sebab ada risiko money loudering yang menjadi isu di berbagai negara,” ungkap Nyoman.

Tags:

Berita Terkait