Fenomena Aset Kripto: Antara Risiko dan Rendahnya Literasi Konsumen
Utama

Fenomena Aset Kripto: Antara Risiko dan Rendahnya Literasi Konsumen

Tantangan yang pesat dari perkembangan keuangan digital harus dibarengi degan landasasan pemahaman dan respons kebijakan yang tepat.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit

Faktor lain, lanjutnya, meningkatnya kejahatan dunia maya dan pengguanaan data pribadi atau cyber crime yang menggunakan teknik manipulasi data. Ini dibutuhkan undang-udang yang mengatur keamanan data pribadi serta pelaksanaan yang jelas terkait aturan yang telah ditetapkan.

“Di sisi lain masih ada keterbatasan talent digital dalam mendukung perkembangan ekonomi digital dan keuangan digital sehingga perlu akselerasi peningkatan SDM di level regulator dan juga pemangku kepentingan,” papar Agus.

Sementara itu terkait peredaran aset-aset kripto OJK telah melarang lembaga jasa keuangan untuk menggunakan, memasarkan atau memfasilitasi perdaganagn aset tersebut. Termasuk penempatan dana dengan unsur spekulasi yang tinggi atau volatilitas lainnya. Hal ini disebabkab karena aset kripto merupakan komoditi yang diatur oleh Bapebti dan bukan merupakan produk jasa keuangan.

“Bank tentunya boleh memfasilitasi transaksi pembayaran untuk perdaganan aset kripto, namun tidak boleh memfasilitasi perdagangannya. Ini selaras dengan BI yang melarang penyelenggara system pembayaran dan penyelenggaran teknologi finansial di Indonesia untuk memproses transaksi pembayaran dengan menggunakan virtual curancy. Jadi saya garisbwahi bahwa kripto dinilai sebagai aset, bukan currency. Jadi sampai saat ini dilarang sebagai alat pembayaran, tetapi sebagai komoditas yang diperdagangkan,” tegas Agus.

Tentunya dari sisi investor, lanjut Agus, risiko yang timbul dari perdagangan aset kripto adalah kerugian yang ditimbulkan dari berinvestasi di aset ilegal seperti money game, entitas robot trading tanpa ijin, dan perdagangan aset kripto tanpa ijin. Umumnya hal ini karena iming-iming imbal hasil yang sangat tinggi, tidaka wajar, dan investor diminta untuk melakukan penyetoran dana terlebih dahulu.

“Dengan demikian OJK meminta calon investor untuk lebih berhati-hari menyikapi tawaran investasi model ini,” pungkas dia.

Direktur Ekonomi Digital Ditjen Aptika Kominfo, I Nyoman Adhiarna mengatakan bahwa salah satu isu kripto yang tengah hangat saat ini adalah Non Fungible Token (NFT), sebauh aset digital yang telah menarik minat investasi masyarakat Indonesia hingga global.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait