Evaluasi Penegakan Hukum Pidana Pemilu, Menyoal Efektivitas Gakkumdu
Berita

Evaluasi Penegakan Hukum Pidana Pemilu, Menyoal Efektivitas Gakkumdu

​​​​​​​Gakkumdu yang di dalamnya terdiri dari Bawaslu, Polri, dan Kejaksaan kerap kali belum seragam dalam menentukan terpenuhi atau tidaknya unsur pidana.

Moch Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

 

Baca:

 

Dengan begitu, terdapat celah hukum bagi orang-orang yang tidak termasuk ke dalam tiga subyek yang dlarang melakukan politik uang selama pelaksanaan Pemilu berlangsung. Meskipun di lapangan ditemukan adanya praktik politik uang, namun selama pelakunya tidak termasuk dalam tiga kategori yang diatur oleh UU Pemilu maka mereka tidak dapat ditindak secara tegas.

 

Topo menilai, seharusnya subyek yang dilarang oleh UU Pemilu untuk melakukan politik uang adalah “setiap orang”. Dengan begitu, larangan melakukan politik uang bisa menjangkau siapa saja sepanjang dia benar-benar melakukan politik uang selama penyelenggaraan Pemilu berlangsung. “Karena aturannya seperti itu akhirnya banyak orang yang melakukan penyelundupan hukum. Mereka yang tidak terikat dalam 3 subyek hukum itu mereka bisa melakukan dan tidak kena,” terang Topo.

 

Menurut Topo, harusnya aparat penegak hukum Pemilu berkerja lebih kreatif. Hal ini bisa dilakukan dengan menerakan ketentuan pidana umum yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Terhadap pelaku politik uang yang tidak termasuk dalam tiga kategori UU Pemilu mestinya bisa dijerat dengan pasal penyertaan sebagaimana yang diatur dalam KUHP.

 

Dengan begitu, meskipun tidak memenuhi syarat subyektif UU Pemilu, tapi pelaku yang membantu mendistribusikan uang di lapangan, orang yang digerakkan, ataupun orang yang menggerakkan, tetap dapat dipidana. Kembali lagi, dibutuhkan kreatifitas bawaslu, penyidik, penuntutnya untuk tidak hanya menggunakan UU Pemilu atau ketentuan pidana dalam UU itu saja tapi juga aturan umum dalam KUHP bisa digandeng.

 

Kemudian dari aspek prosedur, Topo mengungkapkan terdapat kendala dalam menegakkan tindak pidana Pemilu. Ketentuan 7 hari melaporkan temuan dugaan tindak pidana Pemilu sejak ditemukan atau diketahui, menurut Topo sangat membatasi cara kerja hukum pidana dalam menjerat pelaku. Secara kasuistik Topo mencontohkan, bisa saja pelaku yang dipanggil melarikan diri akibat waktu penanganan yang mesti dibuat serba cepat. “Akhirnya banyak kasus berhenti di tengah jalan karena hal-hal seperti ini,” ujar Topo.

 

Sikap Gakkumdu

Tantangan lain yang kerap dikeluhkan dari penegakan tindak pidana pemilu adalah kesepahaman antara stakeholder penegak hukum itu sendiri. Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang di dalamnya terdiri dari Bawaslu, Polri, dan Kejaksaan kerap kali belum seragam dalam menentukan terpenuhi atau tidaknya unsur pidana yang dilakukan. Hal ini kerap menjadi penyebab rekomendasi Bawaslu tidak ditindak lanjuti oleh penyidik.

Tags:

Berita Terkait