Esensi Legaltech di Tengah Gempuran Teknologi
Utama

Esensi Legaltech di Tengah Gempuran Teknologi

Penting menggeser paradigma yang memandang teknologi hukum sebatas penyediaan sarana dan prasarana IT di lingkup penegakan hukum, kini ke arah yang lebih konkrit seperti memakai perangkat lunak dan sistem layanan hukum untuk akses keadilan yang lebih luas.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit

Smart Contract dan Kontrak Elektronik

Membahas teknologi hukum (legaltech), tidak akan luput dengan sejumlah inovasi pemanfaatan teknologi di bidang hukum seperti smart contract dan kontrak elektronik. Untuk diketahui, smart contract bekerja dengan menggunakan bahasa pemrograman dan analisis data dan komputer dimana sistem komputer ditempatkan menjadi pihak tambahan. Smart contract juga bekerja secara otomatis berdasarkan kode untuk memahami perjanjian.

Akademisi FH UGM Muhammad Jibril menjelaskan mulanya smart contract diperkenalkan pada tahun 1994 oleh Nick Szabo yang merupakan seorang Sarjana Hukum, ilmuwan komputer, dan seorang ahli kriptografi. Kekurangan dari smart contract antara lain sulit untuk dapat menjaga privasi atau kerahasiaan isi perjanjian dan adanya potensi kebocoran data.

Hukumonline.com

Akademisi FH UGM Muhammad Jibril.

Sedangkan kontrak elektronik sebagaimana tertuang dalam Pasal 18 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) disebut transaksi yang dibuat secara elektronik yang dituangkan dalam perjanjian elektronik mengikat para pihak. Terdapat sejumlah permasalahan sehubungan dengan kontrak elektronik.

“Sebagian besar itu merupakan consumer contract, kontrak baku antara pelaku usaha dengan konsumen. Masalah paling umum hanya sebagian konsumen yang membaca dan memahami kontrak-kontraknya. Berapa banyak sih dari kita yang membaca terms and conditions ketika menggunakan platform (e-commerce, red),” sambung Akademisi FH UGM, Annisa Syaufika Y. R., dalam kesempatan yang sama.

Dengan hanya sebagian kecil dari konsumen yang betul-betul membaca dan memahami isi kontrak elektronik, membuat timbulnya potensi cacat kehendak. Lebih lanjut, terkadang isi kontrak merugikan konsumen meski bukan masuk dalam klausul (baku) yang dilarang dalam peraturan perundang-undangan.

“Permasalahan-permasalahan dalam kontrak elektronik terutama consumer contract ini berarti kebebasan berkontrak berlaku cukup kuat. Kewajiban untuk membaca (duty to read) konsumen ini berat, lebih berat daripada duty to draft. Kalau kita mau tanda tangan kontrak, harus baca. Kalau gak baca dan ada merugikan, itu risiko kita. Ini seharusnya, tapi diimbangi dengan duty to draft reasonable contract.”

Tags:

Berita Terkait