Era Keterbukaan Penjatuhan Sanksi bagi Hakim Nakal
Edisi Akhir Tahun 2009:

Era Keterbukaan Penjatuhan Sanksi bagi Hakim Nakal

Tiga hakim nakal telah diberi sanksi melalui sidang majelis kehormatan hakim secara terbuka, pada 2009. Awal keterbukaan pengawasan hakim.

Ali
Bacaan 2 Menit

 

Namun, meski sidang MKH terhadap Sudiarto ini dilakukan secara terbuka, tetapi masih terasa hambar. Pasalnya, sampai dua kali sidang MKH digelar, Sudiarto tak juga menunjukan batang hidungnya. Alasan sakit yang diajukannya mungkin sudah bercampur dengan rasa malu. Maklum, Sudiarto memang hakim pertama yang ‘diadili’ secara terbuka. MKH pun dengan mudah merekomendasikan sanksi pemberhentian tetap untuk Sudiarto tanpa perlawanan sedikitpun.

 

Berbeda dengan Sudiarto, dua hakim bermasalah yang lain –Hakim Ari Siswanto dan Hakim Aldhytia Kurniyansa– justru berani tampil di sidang MKH. Meski sempat mengakui kesalahannya, namun keduanya juga berani membantah beberapa hal yang sempat dituduhkan. Sidang MKH pun benar-benar berfungsi sebagai forum pembelaan bagi kedua hakim yang diberi rekomendasi sanksi pemecatan itu.

 

Ari Siswanto adalah mantan hakim Pengadilan Negeri Rantau Prapat. Pengawas internal MA merekomendasikan Ari agar dipecat. Alasannya, karena Ari telah berkomunikasi dengan pihak yang berperkara. Sebuah tindakan yang dilarang dalam kode etik dan pedoman perilaku hakim. Ari mengakui telah melakukan komunikasi, namum ia menolak tuduhan bahwa dirinya menerima sejumlah uang.


Sedangkan, Aldhytia Kurniyansa adalah mantan hakim Pengadilan Negeri Muara Bulian. Ia dituduh telah meminta sejumlah uang kepada pihak yang berperkara. Ia juga telah merekomendasikan seorang pengacara yang ‘dekat’ dengan Ketua Pengadilan Tinggi Jambi kepada pihak yang berperkara. Tindakan-tindakan ini dilarang dalam kode etik dan pedoman perilaku hakim. Aldhytia juga sempat mengakui beberapa kesalahannya.

 

Vonis untuk kedua hakim ini pun lebih ringan dibanding yang diterima Sudiarto. Ari dinonpalukan selama 2 tahun dan Aldhytia dinonpalukan selama 20 bulan. Pangkat keduanya juga ikut diturunkan. Rekomendasi ini lebih rendah dari rekomendasi pengawasan MA dan KY yang meminta keduanya dipecat. Salah satu alasan MKH karena keduanya telah mengakui kesalahannya.

 

Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) menyesalkan rendahnya rekomendasi sanksi yang dijatuhkan kepada Ari dan Alhdytia. “Ini tidak sebanding dengan tingkat keseriusan pelanggaran yang mereka lakukan berdasarkan bukti-bukti kuat yang ada,” demikian bunyi siaran pers LeIP. LSM yang fokus pada independensi peradilan ini menilai seharusnya kedua hakim itu diberhentikan dengan tidak hormat.

 

LeIP juga meminta agar MKH tidak sembarangan mengurangi rekomendasi sanksi untuk para hakim itu, apalagi dengan alasan terlapor telah mengakui kesalahannnya dan/atau terlapor memiliki tanggungan keluarga. “MKH harus memperhatikan konsekuensi negatif yang serius atas tindakan terlapor bagi para pelapor yang dirugikan dan semakin lemahnya kepercayaan publik terhadap institusi peradilan,” sebut LeIP lagi.

Tags: