Sarankan Advokat ke Terdakwa, Hakim Dinilai Langgar Kode Etik
Berita

Sarankan Advokat ke Terdakwa, Hakim Dinilai Langgar Kode Etik

Hakim Pengadilan Negeri Muara Bulian, Jambi, Aldhytia Kurniyansa dinilai melanggar kode etik karena merekomendasikan advokat yang dekat dengan Ketua Pengadilan Tinggi kepada terdakwa.

Ali
Bacaan 2 Menit
Sarankan Advokat ke Terdakwa, Hakim Dinilai Langgar Kode Etik
Hukumonline

Sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) makin menunjukan tajinya. Majelis yang terdiri dari empat unsur Komisi Yudisial dan tiga unsur Mahkamah Agung ini terus melakukan pemeriksaan terhadap hakim-hakim ‘nakal’. Para hakim yang disidangkan di MKH adalah hakim yang sudah direkemondasikan untuk diberhentikan. Pasca terbitnya UU MA yang baru, sidang MKH selalu digelar terbuka untuk umum.

 

Berdasarkan catatan hukumonline, Mantan Ketua PN Banjarmasin Sudiarto adalah hakim pertama yang disidang MKH secara terbuka. Sayangnya, Sudirto selalu mangkir dalam persidangannya. Rekomendasi pemberhentian pun akhirnya disetujui oleh sidang MKH. Setelah Sudiarto ada hakim PN Rantau Prapat, Ari Siswanto yang disidangkan di MKH karena diduga melanggar kode etik. Sidang MKH perdana untuk Ari digelar, Selasa (8/12).

 

Di hari yang sama, Hakim PN Muara Bulian (Jambi) Aldhytia Kurniyansa juga diperiksa oleh MKH. Sejumlah ‘dosa’ Aldhytia dibeberkan dalam sidang tersebut. Tujuannya, tentu saja agar Aldhytia dapat memberikan pembelaan terhadap tuduhan-tuduhan yang ditujukan kepadanya.

 

Anggota MKH dari KY, Mustafa Abdullah menyebutkan beberapa pelanggaran yang dilakukan Aldhytia. Pertama, ketika menangani perkara, ia bertemu dengan adik terdakwa yang bernama Imam Sujarwo. Imam menawari Aldhytia uang Rp10 juta agar membebaskan kakaknya. Aldhytia juga diduga mengeluarkan kata-kata agar terdakwa tidak menggunakan jasa pengacara. “Yang berkuasa adalah hakim,” ujar Mustafa mengutip pernyataan Aldhytia.  

 

Namun, Aldhytia yang baru bekerja tiga tahun sebagai hakim menolak tuduhan itu. Ia mengatakan pertemuannya dengan Imam karena kapasitasnya sebagai Humas PN Muara Bulian. “Awalnya saya juga tidak tahu kalau Imam itu adik terdakwa,” akunya. Ia juga secara tegas menyatakan tak pernah menyarankan agar terdakwa tidak menggunakan jasa pengacara. “Buktinya dari sidang awal sampai putusan, terdakwa tetap menggunakan pengacara,” tuturnya.

 

Terkait uang sebesar Rp 10 juta, Aldhytia secara tegas mengatakan tak pernah menerima uang tersebut. Apalagi, lanjutnya, terdakwa tetap dihukum 10 bulan penjara. Putusan ini masih dibawah tuntutan jaksa yang menuntut terdakwa 2 tahun penjara.

Tags:

Berita Terkait