Enam Langkah BI Menekan SBDK Perbankan
Berita

Enam Langkah BI Menekan SBDK Perbankan

Diduga, salah satu penyebab tingginya SBDK karena tingginya cost of fund dari perbankan.

FAT
Bacaan 2 Menit
Komisi XI RDPU dengan perwakilan OJK-BI-LPS dan BKF terkait suku bunga dasar kredit. Foto: SGP
Komisi XI RDPU dengan perwakilan OJK-BI-LPS dan BKF terkait suku bunga dasar kredit. Foto: SGP

Bank Indonesia (BI) menyatakan terdapat beberapa fokus kebijakannya untuk menekan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) Perbankan Indonesia. Menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, setidaknya ada enam langkah BI dalam menekan SBDK tersebut.

"Itulah fokus kebijakan dari kami dalam menekan SBDK tersebut," ujarnya saat rapat dengar pendapat dengan Panja RUU Suku Bunga di Komplek Parlemen, Senin (8/4).

Langkah pertama, lanjut Perry, menjaga BI rate pada level yang cukup rendah. Cara ini penting meskipun respon cost of fund belum simetris dengan perubahan BI rate. Menurutnya, selama ini penurunan BI rate senantiasa diikuti oleh penurunan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) rate yang dijadikan acuan oleh perbankan dalam menentukan suku bunga simpanan.

Cara kedua terkait aturan. Mengenai SBDK ini BI telah mengeluarkan ketentuan publikasi informasi SBDK pada Maret 2011 silam, termasuk juga pengaturan tambahan mengenai segmen mikro pada Februari 2013 lalu. Untuk langkah ketiga, kata Perry, terdapatnya kewajiban bank dalam memasukkan target efisiensi antara lain BOPO, NIM dan suku bunga kredit di dalam Rencana Bisnis Bank (RBB). Selanjutnya RBB tersebut dimonitor pencapaiannya oleh BI sebagai bagian dari supervisory action.

Langkah keempat, selaku pengawas, BI melakukan pemantauan secara rutin terhadap suku bunga baik kredit maupun simpanan yang dilaporkan oleh bank. Kelima, BI mendorong linkage program antara bank umum dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Tujuan program ini untuk mendapatkan dana tambahan dengan suku bunga yang relatif rendah yang nantinya disalurkan kepada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

"Sehingga suku bunga kredit UMKM yang dikenakan kepada masyarakat dapat ditekan," kata Perry.

Terakhir, BI harus menentukan ketentuan Multilicense. Pada langkah ini salah satu aspek yang dipertimbangkan oleh BI adalah melakukan evaluasi RBB terkait dengan pembukaan jaringan kantor. Yakni menyangkut aspek efisiensi, sehingga dapat mendorong bank untuk senantiasa meningkatkan efisiensinya dalam menekan suku bunga kredit.

Menurut Perry, bank wajib menyalurkan kredit produktif dengan kisaran 55 persen sampai 70 persen dari total kredit yang wajib dipenuhi paling lambat akhir bulan Juni 2016. Dengan ada kewajiban ini supply kredit produktif akan bertambah sehingga akan meningkatkan persaingan dan pada akhirnya dipercaya dapat menekan suku bunga kredit.

"Kewajiban penyaluran kredit produktif tersebut termasuk di dalamnya kewajiban bank untuk menyalurkan kredit kepada UMKM minimal 20 persen dari total kredit bank yang pemenuhannya secara bertahap sampai dengan tahun 2018," tutur Perry.

Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) merekomendasikan tingkat suku bunga kredit mikro dibawah sepuluh persen karena saat ini berada di kisaran rata-rata 36 persen. "Suku bunga sudah seharusnya diturunkan, idealnya dibawah sepuluh persen," kata Komisioner KPPU, Kamser Lumbanradja, di Jakarta, Kamis (28/3).

Tags:

Berita Terkait