Eksistensi Mediasi Penal dalam Penyelesaian Pelanggaran Pidana Kekayaan Intelektual
Kolom

Eksistensi Mediasi Penal dalam Penyelesaian Pelanggaran Pidana Kekayaan Intelektual

​​​​​​​Sebagai wujud keadilan restoratif yang perlu disambut baik mengingat prosedur tersebut merupakan proses yang paling adil, terutama dari sisi kepentingan korban pelanggaran kekayaan intelektual.

Bacaan 2 Menit

 

Kemudian Pasal 154 Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 menentukan: Dalam hal terjadi tuntutan pidana terhadap pelanggaran Paten atau Paten sederhana para pihak harus terlebih dahulu menyelesaikan melalui jalur mediasi”.

 

Dari dua ketentuan di atas dapatlah ditarik beberapa prinsip. Pertama, penerimaan mediasi penal dalam sistem hukum positif, yang selama ini menjadi perdebatan di kalangan ahli apakah mediasi dapat digunakan untuk menyelesaikan kasus pidana.

 

Kedua, mediasi penal diterapkan pada pelanggaran pidana yang tidak dikategorikan sebagai pidana serius atau berat di bidangnya. Untuk kasus hak cipta, mediasi penal tidak dapat diterapkan untuk kasus pembajakan, seperti penggandaan DVD. Sementara untuk paten, ia hanya diterapkan pada kasus pelanggaran pidana untuk paten sederhana.

 

Ketiga, mediasi penal diterapkan pada tindak pidana yang termasuk dalam kategori delik aduan. Pidana hak cipta dan paten merupakan delik aduan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 120 Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 dan Pasal 165 Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 (kecuali pelanggaran pidana paten yang menyebabkan kematian manusia, gangguan kesehatan dan lingkungan hidup).

 

Dilakukannya pembicaraan dan penyelesaian damai antara pelanggar dan korban dalam bidang kekayaan intelektual bukanlah tanpa alasan, karena pada dasarnya hukum antara pencipta/penemu dengan pelaku adalah hubungan privat to privat (privaaatrechtelijk). Korban pelanggaran kekayaan intelektual lebih memilih untuk mendapatkan ganti rugi ketimbang memenjarakan korban sebagai tindakan pemulihan haknya. Dengan demikian, penyelesaian sengketa melalui mediasi penal dalam pelanggaran pidana kekayaan intelektual memiliki irisan dengan ide keadilan restoratif.

 

Sebagaimana dipahami, keadilan restoratif merupakan konsep keadilan yang menempatkan kembali korban kepada keadaan semula dibanding menghukum pelaku tindak pidana. Sehingga dapat dikatakan bahwa keadilan restoratif merupakan konsep yang melakukan penataan kembali guna mencapai sistem pemidanaan yang lebih adil.

 

Pelanggaran kekayaan intelektual di bidang hak cipta misalnya, sebenarnya merupakan pelanggaran dan konflik antar individu, yang mengakibatkan kerugian bagi si pencipta, di sini tidak ada kepentingan negara yang dilanggar. Kepentingan pencipta adalah bagaimana hak ekonomi atas ciptaannya dihormati. Ketika hak ekonominya dilanggar, kepentingan pencipta adalah bagaimana ia mendapatkan ganti rugi dan memastikan peristiwa yang merugikannya tidak terjadi kembali.

Tags:

Berita Terkait