ECPAT dan Badiklat Kejaksaan Agung Jalin Kerjasama Tangani Eksploitasi Seksual Anak
Berita

ECPAT dan Badiklat Kejaksaan Agung Jalin Kerjasama Tangani Eksploitasi Seksual Anak

Badan Diklat Kejaksaan Agung akan membuat modul serta pelatihan kepada jaksa penuntut kasus kejahatan seksual anak.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

Sebagai afiliasi dari ECPAT Internasional, ECPAT Indonesia mempunyai pengalaman dalam menuntut pelaku kejahatan eksploitasi seksual anak di berbagai negara. Dari pengalaman inilah diharapkan bisa membantu Kejaksaan Agung melalui Badiklat untuk bersama-sama memberantas tindak pidana tersebut.

(Baca juga: ECPAT: Bebaskan Anak dari Eksploitasi Seksual).

Kepala Badiklat Kejaksaan Agung, Setia Untung Arimuladi, menyambut baik adanya kerjasama ini. Sebagai tindak lanjutnya, Badiklat akan membuat program, modul dan pelatihan kasus seksual kepada anak di sejumlah daerah seperti Pulau Jawa dan Bali.

“Seks komersial anak sangat tinggi, ini prioritas. Saya terima kasih dengan ECPAT, tentu ke depan berlanjut untuk mengadakan pelatihan di luar tadi, wilayah prioritas yang tingkat pidana lebih tinggi. Nanti kita inventarisir, tindak kejahatan seks komersial itu dimana,” kata Untung.

Selain itu, pihaknya juga akan menjalin komunikasi dengan Kepolisian dalam menangani tindak pidana kejahatan seksual terhadap anak. Badiklat Kejaksaan Agung juga akan berkoordinasi dengan sejumlah Kementerian/Lembaga lainnya yang bersentuhan dengan perkara ini. “Kalau dengan lembaga kementrian kita berkoordinasi, satu wadah. Terutama kesepahaman dan kesepakatam sinergis skala prioritas dan menjadi kepastian. Kita inventarisir dimana saja, sekarang yang tinggi kasusnya di Jawa Barat dan DKI Jakarta,” jelasnya.

Koordinator Nasional ECPAT Indonesia, Ahmad Sofian, menjelaskan jaksa punya peran penting dalam pemberantasan tindak pidana eksploitasi seksual anak karena banyak kasus sejenis yang tidak masuk proses penuntutan. Masalahnya, kesulitan dalam pembuktian. Selain itu penuntutan terhadap terdakwa harusnya juga mempertimbangkan penderitaan yang dialami korban pasca kejadian eksploitasi. “Karena itu terdakwa tidak hanya dituntut pidana penjara tetapi juga ganti rugi atau restitusi untuk pemulihan hak-hak korban,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait