Dualisme Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Dibawa ke MK
Utama

Dualisme Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Dibawa ke MK

Dosen FH Universitas Islam Indonesia (UII) menguji UU Perbankan Syariah dan UU Kekuasaan Kehakiman sekaligus, yang mengatur sengketa perbankan syariah.

Ali
Bacaan 2 Menit

 

Meski yang diajukan terhadap objek yang sama, Hakim Konstitusi Akil Mochtar menyarankan agar pemohon membuatnya menjadi dua permohonan. Pasalnya, terdapat perbedaan antara UU Perbankan Syariah dan UU Kekuasaan Kehakiman. “Ini dua Undang-Undang yang berbeda. Landasan yuridis dan filosofis masing-masing Undang-Undang tersebut berbeda,” tuturnya.

 

Selain itu, Akil menyarankan agar pemohon memfokuskan diri pada kapasitas pemohon dalam permohonan ini. Menurutnya, hal tersebut akan memperjelas kedudukan hukum atau legal standing Dadan sebagai pemohon dalam pengujian dua UU tersebut.

 

Dalam permohonannya, Dadan memang bertindak atas nama tiga profesi, yakni selaku dosen, Arbiter Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) dan Kepala Pusat Konsultasi Bantuan Hukum Islam UII. “Anda pilih saja kerugian konstitusionalnya yang paling tepat,” ujar Akil. 

 

Berdasarkan catatan hukumonline, penjelasan Pasal 55 ayat (2) huruf d UU Perbankan Syariah memang sempat menuai kritikan dari para pemangku kepentingan. Bahkan, dalam Pasal 55 ayat (1) UU yang sama secara tegas menyebutkan 'Penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan agama'.   

 

Kala itu, Hakim Agung Abdul Gani Abdullah mengakui pasal tersebut menimbulkan contradictio in terminis (berlawanan arti). Di satu sisi, seluruh sengketa diselesaikan di pengadilan agama (PA), tapi di sisi lain membuka kesempatan kepada pengadilan negeri (PN). Padahal keduanya memiliki kompetensi absolut berbeda.

 

Abdul Gani memprediksi persoalan ini bisa menimbulkan sengketa kewenangan antar lembaga peradilan. Meski mengakui ada dualisme, Abdul Gani meminta agar para stakeholders tak perlu panik. “Itu bisa diserahkan ke MA,” tuturnya.

 

Salah satu kewenangan MA dalam UU Mahkamah Agung adalah memutus bila ada sengketa kewenangan antar peradilan. Peranan inilah yang akan dimainkan oleh MA. “Hakim MA bisa menetapkan hukum. Yang benar yang mana. Nanti bisa jadi yurisprudensi,” ujarnya lagi. 

Tags:

Berita Terkait