Dua Profesor Ini Sebut Perma Pemidanaan Perkara Tipikor Batasi Kemandirian Hakim
Utama

Dua Profesor Ini Sebut Perma Pemidanaan Perkara Tipikor Batasi Kemandirian Hakim

Disarankan Perma Pedoman Pemidanaan Perkara Korupsi ini dicabut karena selain potensi menggangu keyakinan hakim dan tidak memberi rasa keadilan, juga materi muatannya seharusnya diatur dalam revisi UU Pemberantasan Tipikor.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

Dalam Perma Tipikor ada kategori hukuman pidana dengan tabel-tabel, itu bukan muatan Perma, tapi materi muatan UU. Menetapkan hukuman ini harus dengan UU. MA ini kan yudikatif bukan legislatif. Kalau begini MA sama dengan judge legislator yang sifatnya positif, jadi kira-kira ingin menyaingi MK. Ini tidak boleh,” kata dia.

Karena itu, Romli kurang sepakat MA mengatur secara rinci batas-batas hukuman berdasarkan perbuatan dan nilai kerugian negara atau perekonomian. “Ini menyimpang jauh dari UU Pemberantasan Tipikor yang kita buat. Pemahaman filosofi UU Pemberantasan Tipikor tidak dipahami hanya sebatas menghukum koruptor saja, tetapi harus bisa mengembalikan keuangan negara (asset recovery),” jelasnya.

Dia mengajukan pertanyaan retoris apakah norma Pasal 2 dan 3 UU Pemberantasan Tipikor sudah jelas atau belum? Kalau belum jelas, pasti sudah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi tidak jelas (inkonstitusional, red). “Ini kan tidak. Lagipula dalam KUHAP sudah dijelaskan dalam membuat putusan harus berdasarkan keyakinan hakim dari bukti dan fakta persidangan, ada juga perlindungan HAM karena setiap orang berhak mendapat hukuman yang adil. Bagaimana bisa keadilan seseorang ditentukan oleh Mahkamah Agung?”

Menurutnya, Perma No. 1 Tahun 2020 ini telah mengambil alih unsur keyakinan hakim dengan mengatur rinci unsur kesalahan: kesalahan tinggi, sedang, dan rendah yang dihubungkan dengan dampak rendah dan tingginya yang timbul dari perbuatan korupsinya itu. “Sebenarnya tidak ada tolak ukur yang jelas tentang tinggi dan dampak itu? Hakim judex factie memutus berdasarkan fakta, bukan hanya untuk proporsional, tapi juga untuk keadilan.”

Perma ini untuk mempermudah hakim tipikor menjatuhkan hukuman, tapi faktanya nanti potensi dapat mempersulit hakim. Misalnya, bagaimana nanti jika ada kasus korupsi di luar batas-batas minimum atau maksimum yang sudah ditentukan oleh Perma. “Untuk menghindari disparitas putusan harus mengubah rumusannya. Jadi, lebih baik revisi UU Pemberantasan Tipikor saja yang mengikatnya lebih panjang, jangan Perma. Nanti kalau Perma, ketua MA-nya ganti, ganti pula Permanya.” sarannya.

Tags:

Berita Terkait