Dua Jenis Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Kolom

Dua Jenis Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Batu uji kualifikasi pelanggaran HAM atau pelanggaran HAM yang berat adalah aspek substansi dan aspek prosedur.

Bacaan 7 Menit

Penyelidikan pelanggaran HAM merupakan tugas rutin Subkomisi Penegakan HAM Bidang Pemantauan dan Penyelidikan. Dalam proses penyelidikan pelanggaran HAM, format surat dan berita acara tidak mencantumkan kata “proyustisia”. Ini menunjukkan penyelidikan untuk pelanggaran HAM bukan merupakan penyelidikan proyustisia.

Berdasarkan Pasal 89 ayat (3) huruf f dan g UU 39 Tahun 1999, fungsi penyelidikan pelanggaran HAM beririsan dengan kewenangan lembaga peradilan. Ketentuan a quo mengatur bahwa “pemanggilan terhadap pihak terkait untuk memberikan keterangan secara tertulis atau menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya dengan persetujuan Ketua Pengadilan” dan “pemeriksaan setempat terhadap rumah, pekarangan, bangunan, dan tempat-tempat lainnya yang diduduki atau dimiliki pihak tertentu dengan persetujuan Ketua Pengadilan”. Ketentuan ini bersifat imperatif sehingga merupakan prasyarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan tindakan penyelidikan menurut ketentuan a quo. Maknanya, tindakan penyelidikan dalam lingkup itu mulai sah dilakukan jika sudah memperoleh persetujuan Ketua Pengadilan.

Dalam praktik, hasil penyelidikan pelanggaran HAM disertai rekomendasi yang disampaikan kepada pihak terkait. Dalam beberapa kasus, penyelidikan pelanggaran HAM dapat ditingkatkan menjadi penyelidikan proyustisia pelanggaran HAM yang berat guna memastikan peristiwa tersebut terjadi pelanggaran HAM yang berat atau tidak. Mekanismenya adalah melalui persetujuan para Komisioner dalam Sidang Paripurna.

Dari aspek prosedur, penyelidikan pelanggaran HAM yang berat memiliki karakter berbeda dengan penyelidikan pelanggaran HAM. Penyelidikan pelanggaran HAM yang berat bersifat proyustisia dan Komnas HAM berkedudukan sebagai penyelidik proyustisia. Artinya, penyelidikan dilakukan berdasarkan hukum dalam skema penegakan hukum dan keadilan yang berkonsekuensi sanksi hukum. Penyelidikan pelanggaran HAM yang berat terikat pada hukum pembuktian dalam hukum pidana. Format surat dan berita acara mencantumkan kata “proyustisia”. Ini merupakan ciri penting penyelidikan pelanggaran HAM yang berat. Karena penyelidikannya bersifat proyustisia, Komnas HAM wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Pelaksanaan Penyelidikan (SPDPP) kepada Jaksa Agung RI sebagai pejabat otoritatif yang berwenang melakukan penyidikan dan penuntutan perkara pelanggaran HAM yang berat berdasarkan hasil penyelidikan Komnas HAM.

Untuk melakukan penyelidikan proyustisia pelanggaran HAM yang berat, Komnas HAM melalui keputusan Sidang Paripurna membentuk Tim ad hoc. Laporan lengkap hasil penyelidikan proyustisia disampaikan dalam Sidang Paripurna Komnas HAM untuk diambil keputusan menerima atau tidak menerima. Laporan lengkap itu dibahas dan diuji dalam Sidang Paripurna, terutama oleh para Komisioner non-anggota Tim ad hoc, sebelum diambil keputusan akhir sebagai pelanggaran HAM yang berat atau bukan.

Jika hasil penyelidikan proyustisia diterima oleh Sidang Paripurna, Komnas HAM secara resmi menyatakan peristiwa itu sebagai pelanggaran HAM yang berat. Selanjutnya menyampaikannya kepada Jaksa Agung untuk ditindaklanjuti sesuai kewenangan Jaksa Agung. Jika tidak diterima oleh Sidang Paripurna, peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM yang berat. Diterima atau tidak diterimanya laporan lengkap itu dalam Sidang Paripurna sangat ditentukan oleh kualitas hasil kerja penyelidikan dan kemampuan Tim ad hoc meyakinkan para Komisioner.

Kesimpulan

Aspek substansi dan aspek prosedur adalah pedoman dalam melakukan penyelidikan atas dugaan peristiwa pelanggaran HAM (non-proyustisia) atau pelanggaran HAM yang berat (proyustisia). Masing-masing tipe penyelidikan memiliki basis legalitas (UU dan SOP), lingkup, dan fokus berbeda.

Tags:

Berita Terkait