Dua Jenis Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Kolom

Dua Jenis Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Batu uji kualifikasi pelanggaran HAM atau pelanggaran HAM yang berat adalah aspek substansi dan aspek prosedur.

Bacaan 7 Menit

Dalam konteks itu, ada 10 rumpun HAM beserta serangkaian turunannya yang dijamin oleh UU a quo dalam Bab III yakni: (1) hak untuk hidup; (2) hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan; (3) hak mengembangkan diri; (4) hak memperoleh keadilan; (5) hak atas kebebasan pribadi; (6) hak atas rasa aman; (7) hak atas kesejahteraan; (8) hak turut serta dalam pemerintahan; (9) hak wanita; dan (10) hak anak. Penentuan suatu peristiwa sebagai pelanggaran HAM berkaitan dengan lingkup sepuluh rumpun HAM ini.

Menurut Pasal 1 angka 2 UU 26 Tahun 2000, yang dimaksud pelanggaran HAM yang berat adalah “pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini”. Dalam konteks ini, Pasal 7 UU a quo mengatur secara limitatif pelanggaran HAM yang berat, yakni kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Suatu peristiwa dikualifikasi sebagai pelanggaran HAM yang berat jika merupakan salah satu atau kedua kejahatan itu. Sebaliknya, suatu peristiwa tidak dapat dikualifikasi sebagai pelanggaran HAM yang berat jika bukan merupakan kejahatan genosida atau kejahatan terhadap kemanusiaan.

Selanjutnya Pasal 8 UU a quo menegaskan kejahatan genosida adalah “setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama”. Unsur-unsur ini harus terpenuhi untuk menyatakan suatu peristiwa sebagai kejahatan genosida. Kemudian Pasal 9 menegaskan kejahatan terhadap kemanusiaan adalah “perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dan serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil”. Suatu peristiwa merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan jika unsur-unsur tersebut terpenuhi. Untuk memastikannya, perlu dilakukan penyelidikan khusus mengenai pelanggaran HAM yang berat.

Aspek Prosedur

Aspek prosedur juga penting untuk menentukan pelanggaran HAM atau pelanggaran HAM yang berat. Suatu peristiwa tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM atau pelanggaran HAM yang berat tanpa melalui prosedur yang sudah diatur. UU 39 Tahun 1999 memandatkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia RI (Komnas HAM) menangani kasus pelanggaran HAM, dan UU 26 Tahun 2000 menangani kasus pelanggaran HAM yang berat. Untuk melaksanakan mandat ini, Komnas HAM memiliki peraturan standar operasional prosedur (SOP) sebagai pedoman teknis menangani kasus pelanggaran HAM dan pelanggaran HAM yang berat.

Menurut Peraturan Komnas HAM Nomor 4/KOMNAS HAM/XI/2017 tentang Perubahan Peraturan Komnas HAM Nomor 002/KOMNASHAM/IX/2010 tentang Prosedur Pelaksanaan Pemantauan dan Penyelidikan, penyelidikan adalah “serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan data, fakta dan informasi untuk menentukan ada atau tidaknya pelanggaran HAM”. Pelanggaran HAM yang dimaksud yaitu pelanggaran HAM atas jaminan HAM yang diatur dalam UU Nomor 39 Tahun 1999. Berdasarkan Peraturan Komnas HAM Nomor 002/KOMNAS HAM/IX/2011 tentang Prosedur Pelaksanaan Penyelidikan Proyustisia Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat, yang dimaksud dengan pelanggaran HAM yang berat adalah “pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana dimaksud di dalam UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia yaitu kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan”.

Jadi ada dua tipe penyelidikan oleh Komnas HAM terhadap dua jenis peristiwa pelanggaran HAM, yakni penyelidikan pelanggaran HAM dan penyelidikan pelanggaran HAM yang berat. Masing-masing memiliki basis legalitas Undang-Undang dan SOP berbeda. Walaupun sama-sama sebagai tindakan penyelidikan, masing-masing penyelidikan memiliki karakter dan mekanisme penanganan berbeda.

Penyelidikan pelanggaran HAM tidak bersifat proyustisia. Meskipun tindakan konkretnya relatif sama (pemanggilan, pemeriksaan, peninjauan, dan pencarian bukti), perbedaan karakteristik kedua tipe penyelidikan itu berimplikasi pada perbedaan proses dan hasil penanganan kasus.

Tags:

Berita Terkait