DPR Sahkan UU Ormas dengan Voting
Berita

DPR Sahkan UU Ormas dengan Voting

Tiga fraksi menolak, enam fraksi menyetujui.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Aksi massa menolak pengesahan RUU Ormas di DPR. Foto: SGP
Aksi massa menolak pengesahan RUU Ormas di DPR. Foto: SGP

Setelah menuai perdebatan dalam rapat sidang paripurna DPR, akhirnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) disahkan menjadi undang-undang. Keputusan mengesahkan rancangan regulasi itu diambil melalui mekanisme voting. Sebanyak enam fraksi menyatakan persetujuannya yakni Demokrat, Golkar, PDIP, PKS, PPP, dan PKB. Sedangkan tiga fraksi yang menolak adalah PAN, Gerindra, dan Hanura.

Dalam rapat paripurna yang dihadiri 361 anggota dewan, sebanyak 311 orangmenyatakan setuju RUU disahkan menjadi undang-undang. Sisanya, 50 legislator yang menolak adalah perpaduan PAN, Gerindra dan Hanura. “Dengan demikian, maka RUU Ormas disahkan menjadi undang-undang,” ujar pimpinan sidang paripurna, Taufik Kurniawan, Selasa (2/7).

Dalam paripurna, ketua Pansus RUU Ormas Abdul Malik Haramain memberikan laporan akhirnya. Menurutnya penundaan pekan lalu mengamanatkan agar Pansus melakukan dialog dengan sejumlah Ormas.

Pansus lalu melakukan itu pada Rabu (26/7) dengan pengurus Ormas Muhamadiyah, PBNU, PGI, KWI dan Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI). Sehari kemudian, Pansus menggelar pertemuan konsultasi dengan Kemendagri, Kemenkumham, Kemenlu, Kemenag, dan Kemensos terkait perubahan atas masukan dari sejumlah Ormas.

Sejumlah perubahan pasal antara lain Pasal 7. Yaitu tentang bidang kegiatan yang dalam draf semula dikategorisasi, kini dihilangkan. Sehingga ketentuan bidang kegiatan bagi Ormas diserahkan pada kebijakan masing-masing Ormas sesuai dengan AD/ART.

Kemudian Pasal 35, mengenai keputusan organisasi dihapuskan. Sebab ketentuan mengenai pengambilan keputusan organisasi merupakan hak dari masing-masing Ormas.

Pasal 47 ayat (2) dan (3) pun mengalami perubahan. Yaitu penambahan syarat pendirian Ormas yang didirikan oleh warga negara asing dan badan hukum asing. Yakni, salah satu jabatan ketua, sekretaris atau bendahara harus dijabat oleh warga negara Indonesia agar terdapat kontrol.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait