DPR Optimis Mampu Rampungkan 20 RUU Diakhir Periode
Berita

DPR Optimis Mampu Rampungkan 20 RUU Diakhir Periode

Minimnya produk legislasi yang dihasilkan DPR periode 2014-2019 ini harus menjadi catatan khusus, terutama untuk DPR periode berikutnya agar tidak berulang setiap tahunnya.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Hukumonline.com

 

Pesimis

Terpisah, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karius menilai harapan DPR mampu merampungkan RUU Prolegnas Prioritas hanya mimpi di siang bolong. Belajar dari target pembahasan RUU tahun-tahun sebelumnya seringkali tak mencapai target. Dia mencatat kinerja DPR di bidang legislasi seringkali di urutan ketiga dibandingkan fungsi pengawasan dan anggaran DPR. Ironisnya, DPR kerap mengumbar janji target penyelesaian RUU di luar kemampuannya.

 

“Semangat mereka merencanakan RUU selalu lebih besar daripada fakta yang sudah terukir,” sindirnya.

 

Karena itu, dia pesimis target rencana menyelesaikan 20 RUU bakal terwujud di tengah kondisi anggota dewan yang kembali maju. Apalagi, jika mereka tidak terpilih lagi, semangat menyelesaikan tugasnya di parlemen dimungkinkan bakal menurun. Kecuali, bagi mereka yang masih memiliki integritas dan punya rasa tanggung jawab bakal menyelesaikan semua kewajibannya di sisa masa bhaktinya.

 

“Tapi bisa saja mereka merampung 20 RUU itu, jika beban mereka setelah Pemilu agak berkurang. Apalagi, banyak RUU yang status pembahasannya sudah pembicaraan tingkat I. Di tahun 2014, DPR juga bisa menghasilkan banyak RUU di akhir masa jabatan periode. Ada sekitar 17 RUU,” ujarnya.

 

Meski demikian, dengan berbagai kekurangan dan kelebihan DPR periode 2014-2019 sudah sepatutnya tetap dihargai. Namun, minimnya produk legislasi yang dihasilkan DPR periode 2014-2019 ini harus menjadi catatan khusus, terutama untuk DPR periode berikutnya agar tidak berulang setiap tahunnya. “Jadi kita hargai untuk terakhir kalinya janji DPR menyelesaikan 20 RUU sambil menunggu realitasnya akan seperti apa,” katanya.

 

Sebelumnya, Koordinator Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch ICW) Donal Fariz menyoroti lemahnya kinerja legislasi yang dihasilkan DPR kurun waktu hampir lima tahun terakhir. Misalnya, penyelesaian pembahasan RUU yang ditetapkan dalam prolegnas tahunan jauh dari target yang diharapkan. Belum lagi, terdapat sejumlah RUU yang seharusnya mendesak untuk dibahas, hingga saat ini belum disahkan, atau bahkan belum dibahas sama sekali oleh DPR.

 

Seperti, Revisi UU Partai Politik (pengusul DPR, Pemerintah, DPD), RUU Pembatasan Transaksi Penggunaan Uang Kartal (pengusul pemerintah), dan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana (pengusul pemerintah). “DPR semestinya memaksimalkan perannya dalam pembuatan/pembentukan UU. Karena DPR sebagai pemegang kekuasaan pembentuk UU,” harapnya.

Tags:

Berita Terkait