DPR Optimis Mampu Rampungkan 20 RUU Diakhir Periode
Berita

DPR Optimis Mampu Rampungkan 20 RUU Diakhir Periode

Minimnya produk legislasi yang dihasilkan DPR periode 2014-2019 ini harus menjadi catatan khusus, terutama untuk DPR periode berikutnya agar tidak berulang setiap tahunnya.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Rancangan Undang-Undang (RUU) yang masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2019 yang berjumlah 55 RUU nampaknya tak rampung seluruhnya dengan waktu tersisa sekitar 7 bulan ke depan. Namun, DPR merasa optimis bakal merampungkan sekitar 20 RUU di sisa masa jabatan DPR periode 2014-2019.

 

Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR, Indra Iskandar optimis DPR dapat merampungkan 20 RUU Prolegnas Prioritas 2019. Dia menyadari tahun politik menjadi bagian yang tidak dapat dihindari yang mengakibatkan kinerja anggota DPR di bidang legislasi semakin mengendur. Namun, pasca masa pencoblosan, DPR harus segera mengejar ketertinggalan dalam pembahasan RUU yang lebih prioritas untuk diselesaikan.

 

“Kendalanya memang dalam pembahasan RUU antara DPR dan pemerintah kerap berbeda pandangan yang mengakibatkan pembahasan RUU terbengkalai. Bila saja menemui kesamaan pandangan, RUU bakal cepat dirampungkan pembahasannya,” ujar Indra di Komplek Parlemen, Rabu (24/4/2019). Baca Juga: Kinerja DPR Dikritik, Begini Tanggapan Ketua DPR

 

Dia mengatakan target DPR dan pemerintah dalam RUU Prolegnas Prioritas 2019 berjumlah 55 RUU. Namun di tengah perjalanan, RUU tentang Permusikan dicabut oleh pengusulnya, sehingga tersisa 54 RUU. Dari jumlah 54 RUU itu, hanya tiga RUU yang rampung dan disahkan menjadi UU yakni RUU tentang Kebidanan, RUU tentang Pengelolaan Ibadah Haji dan Umrah, dan RUU tentang Serah-simpan Karya Cetak dan Karya Rekam.

 

“Dari identifikasi kami, ada 20 RUU yang potensial lebih cepat diselesaikan, karena materi-materinya sudah lebih siap dan timnya sudah lebih sederhana,” ujarnya

 

Diterangkan Indra, 20 RUU ini telah masuk tahap finalisasi. Sedangkan sisanya sekitar 31 RUU masih dalam tahap sinkronisasi agar tidak terjadi benturan antara pasal satu dengan pasal lain. Indra memaklumi kendala yang tak dapat dihindarkan di tahun politik terkait dengan kinerja DPR di bidang legislasi ini. Sebab, faktanya banyak anggota DPR yang maju kembali dalam pencalonan anggota legislastif periode 2019-2024.

 

Akibatnya, mereka lebih fokus mempertahankan kursinya di dapil masing-masing. Dampaknya, pembahasan RUU Prolegnas yang sudah ditargetkan tak kunjung rampung.  Dia pun berharap Kesetjenan dan Badan Keahlian DPR mendukung penuh agar pembahasan RUU Prolegnas Prioritas 2019 dapat rampung dengan hasil yang berkualitas.

 

Hukumonline.com

 

Pesimis

Terpisah, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karius menilai harapan DPR mampu merampungkan RUU Prolegnas Prioritas hanya mimpi di siang bolong. Belajar dari target pembahasan RUU tahun-tahun sebelumnya seringkali tak mencapai target. Dia mencatat kinerja DPR di bidang legislasi seringkali di urutan ketiga dibandingkan fungsi pengawasan dan anggaran DPR. Ironisnya, DPR kerap mengumbar janji target penyelesaian RUU di luar kemampuannya.

 

“Semangat mereka merencanakan RUU selalu lebih besar daripada fakta yang sudah terukir,” sindirnya.

 

Karena itu, dia pesimis target rencana menyelesaikan 20 RUU bakal terwujud di tengah kondisi anggota dewan yang kembali maju. Apalagi, jika mereka tidak terpilih lagi, semangat menyelesaikan tugasnya di parlemen dimungkinkan bakal menurun. Kecuali, bagi mereka yang masih memiliki integritas dan punya rasa tanggung jawab bakal menyelesaikan semua kewajibannya di sisa masa bhaktinya.

 

“Tapi bisa saja mereka merampung 20 RUU itu, jika beban mereka setelah Pemilu agak berkurang. Apalagi, banyak RUU yang status pembahasannya sudah pembicaraan tingkat I. Di tahun 2014, DPR juga bisa menghasilkan banyak RUU di akhir masa jabatan periode. Ada sekitar 17 RUU,” ujarnya.

 

Meski demikian, dengan berbagai kekurangan dan kelebihan DPR periode 2014-2019 sudah sepatutnya tetap dihargai. Namun, minimnya produk legislasi yang dihasilkan DPR periode 2014-2019 ini harus menjadi catatan khusus, terutama untuk DPR periode berikutnya agar tidak berulang setiap tahunnya. “Jadi kita hargai untuk terakhir kalinya janji DPR menyelesaikan 20 RUU sambil menunggu realitasnya akan seperti apa,” katanya.

 

Sebelumnya, Koordinator Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch ICW) Donal Fariz menyoroti lemahnya kinerja legislasi yang dihasilkan DPR kurun waktu hampir lima tahun terakhir. Misalnya, penyelesaian pembahasan RUU yang ditetapkan dalam prolegnas tahunan jauh dari target yang diharapkan. Belum lagi, terdapat sejumlah RUU yang seharusnya mendesak untuk dibahas, hingga saat ini belum disahkan, atau bahkan belum dibahas sama sekali oleh DPR.

 

Seperti, Revisi UU Partai Politik (pengusul DPR, Pemerintah, DPD), RUU Pembatasan Transaksi Penggunaan Uang Kartal (pengusul pemerintah), dan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana (pengusul pemerintah). “DPR semestinya memaksimalkan perannya dalam pembuatan/pembentukan UU. Karena DPR sebagai pemegang kekuasaan pembentuk UU,” harapnya.

Tags:

Berita Terkait