DPR Ingin Rombak Konsep UU Perjanjian Internasional
Berita

DPR Ingin Rombak Konsep UU Perjanjian Internasional

Salah satunya ingin mencampuradukan hukum privat internasional dan hukum publik internasional.

Ali
Bacaan 2 Menit
DPR Ingin Rombak Konsep UU Perjanjian Internasional
Hukumonline

Sejumlah pakar Hukum Internasional maupun Hubungan Internasional diundang ke Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR) dimintai pendapatnya mengenai revisi UU No.24 Tahun 2000. Setelah mengundang Prof Aleksius Jemadu dan Prof. Etty R Agoes, kini Baleg mengundang mantan Ketua Penyusunan UU Perjanjian Internasional tersebut, Harry P Haryono.

 

Salah satu pertanyaan yang ditujukan kepada Harry adalah apakah persoalan-persoalan kontrak dengan perusahaan internasional di Indonesia seperti Freeport dan Newmont mungkin diatur dalam revisi UU ini. Akademisi Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) ini menilai sulit memasukan persoalan kontrak itu kedalam UU Perjanjian Internasional ini.

 

“Kontrak dengan Freeport dan Newmont bukan diatur dalam UU ini. Itu wilayah privat (perdata) internasional. Sedangkan UU ini bersifat hukum publik,” jelas mantan Duta Besar RI untuk Portugal itu di ruang rapat Baleg, Rabu (12/10).

 

Lebih lanjut, Harry menjelaskan ruang lingkup UU Perjanjian Internasional ini adalah perjanjian antara negara Indonesia dengan negara lain. Atau perjanjian antara negara dengan Organisasi Internasional, semisal ASEAN. Karena kontrak dengan perusahaan asing tidak masuk ke dalam hukum internasional publik, maka tak perlu diatur dalam revisi UU ini.

 

Anggota Baleg Dhiana Anwar mengakui bila kontrak Indonesia dengan perusahaan asing, merupakan wilayah perdata. Namun, Ia menilai kontrak itu melibatkan juga kepentingan publik, seperti buruh Indonesia dan buruh asing. Persoalannya selama ini buruh Indonesia kerap digaji dengan upah rendah sehingga kerap menimbulkan gejolak di daerah perusahaan itu beroperasi.

 

“Kalau tak bisa diatur kedalam revisi UU ini. Lalu, peraturan hukum mana yang bisa kita pegang?” tanya politisi Partai Demokrat itu.

 

Ibnu Multazam, Anggota Baleg dari PKB, bahkan meminta penjelasan lebih lanjut kepada Harry apakah memang ruang lingkup UU ini hanya boleh untuk wilayah publik. “Kira-kira bisa nggak bila yang dimaksud perjanjian perdata internasional itu, masuk ke dalam ruang lingkup UU ini? Mohon penjelasan ulang!” pinta Ibnu.

Tags: