DPR: UU Cipta Kerja Disetujui, Uji Aturan Jabatan TKA Kehilangan Objek
Berita

DPR: UU Cipta Kerja Disetujui, Uji Aturan Jabatan TKA Kehilangan Objek

Para pemohon menunggu sikap Mahkamah untuk memutuskan permohonan ini.

Aida Mardatillah
Bacaan 4 Menit

Berdasarkan Putusan-Putusan MK, menurutnya, ketentuan ini tidak mengandung hal-hal yang diskriminatif karena tidak menyebabkan hal-hal yang berdampak pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan pengakuan pelaksanaan hak asasi manusia, dan kebebasan dasar kehidupan, baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial budaya dan aspek kehidupan lainnya.

“Ketentuan ini justru memberikan pengakuan yang adil dan tepat untuk jabatan tertentu yang menuntut adanya kualifikasi kompetensi dan keahlian tertentu dimungkinkan dipekerjakannya tenaga kerja asing,” ujar Sri.

Terkait UU Cipta Kerja, kata dia, DPR menginformasikan ketentuan Pasal 44 UU Ketenagakerjaan telah dihapus, tetapi pengaturan kesesuaian kompetensi dengan jabatan yang akan diduduki tenaga kerja asing diatur Pasal 42 ayat (4) UU Cipta Kerja.

Sri juga menanggapi dalil para pemohon mengenai frasa “waktu tertentu” dalam Pasal 56 dan Pasal 59 UU Ketenagakerjaan. Mengenai pekerjaan yang dapat diberikan kesempatan kepada TKA adalah pekerjaan yang tidak bersifat tetap. Pada dasarnya, masa kerja TKA bergantung pada masa kerja dan jenis pekerjaan tertentu sebagaimana ketentuan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).  

Selain itu, perlu dipahami ketentuan Pasal 42 UU Ketenagakerjaan terdapat kata “dapat” yang bermakna penggunaan TKA tidak bersifat mutlak. Artinya, apabila ada pekerjaan yang diisi oleh TKA dalam waktu tertentu sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan, tidak serta merta menyebabkan ketentuan pasal itu inkonstitusional. Sementara itu, terkait UU Cipta Kerja, DPR juga menginformasikan Pasal 56 dan Pasal 59 UU Ketenagakerjaan sudah diubah.

Terhadap keterangan yang disampaikan DPR terkait sebagian isi UU Ketenagakerjaan yang beralih ke UU Cipta Kerja, Majelis Hakim meminta para pemohon melalui tim kuasa hukum untuk menyatakan sikapnya. “Apakah akan menarik permohonan ini atau menunggu sikap Mahkamah?” tanya Anwar Usman. Pihak Pemohon menjawab akan menunggu sikap Mahkamah.

Sementara itu Hakim Konstitusi Saldi Isra menegaskan kembali permohonan para pemohon. “Karena substansi yang dimohonkan oleh para pemohon sudah di-take over dalam UU Cipta Kerja, maka Mahkamah akan menentukan sikap setelah UU Cipta Kerja ini diberi nomor dan dimuat dalam Lembaran Negara,” jelas Saldi.

Seperti diketahui, para pemohon Perkara No. 66/PUU-XVIII/2020, yakni Slamet Iswanto (Pemohon I) dan Maul Gani (Pemohon II) yang tinggal di Sulawesi Tenggara melakukan uji materi Pasal 42 ayat (4), ayat (5) dan ayat (6) UU Ketenagakerjaan. Pasal 42 ayat (4) UU Ketenagakerjaan yang menyebutkan, “Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu.”

Pasal 42 ayat (4) UU Ketenagakerjaan itu dinilai multitafsir dan diskriminatif terhadap para pemohon selaku tenaga kerja lokal. Sebab, Pasal 42 ayat (4) UU Ketenagakerjaan memberi ruang sebesar-besarnya kepada menteri menafsirkan atau menentukan sendiri jabatan-jabatan tertentu apa saja yang dapat diduduki TKA, juga tidak menentukan batasan waktu bagi TKA bekerja di Indonesia.

Ketentuan kategorisasi apa-apa saja atau jenis-jenis jabatan tertentu yang bagaimana yang dapat diduduki tenaga kerja asing, serta ketentuan waktu tertentu diberikan kewenangan kepada menteri untuk mengaturnya. Dengan demikian, menurut para Pemohon, frasa “jabatan tertentu” dan frasa “waktu tertentu” bertentangan dengan ketentuan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Tags:

Berita Terkait