Masalah justru makin ruwet tatkala anak perusahaan PT Lapindo Brantas, yakni PT Minarak Lapindo Jaya, membeli sejumlah lahan milik korban semburan lumpur. Masalahnya adalah dari segi hukum, ungkap Mujib.
Menurut Mujib, sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UU PA), sebuah perusahaan berbentuk perseroan terbatas (PT) tak berhak memiliki sebidang tanah. Makanya jual-beli ini tidak sah, ujar Mujib.
Menurut Mujib, Lapindo hanya berhak mengantongi hak atas tanah. Hak atas tanah tersebut bisa berbentuk Hak Guna Usaha (HGU) serta Hak Guna Bangunan (HGB). Jadi, seharusnya Lapindo membayar warga dalam bentuk ganti rugi, bukannya jual-beli.
Selain itu, bentuk fisik yang ditransaksikan sudah berubah rupa. Ini jual-beli tanah atau lumpur? sambung Mujib dengan nada tanya. Karena itu, Mujib meminta jual-beli tersebut dibatalkan dan diubah menjadi ganti rugi.
Timnas akan Berakhir
Belum rampung masalah ini, justru masa kerja Timnas Lapindo akan tuntas. Sebenarnya timnas ini berakhir masa tugasnya pada 8 Maret 2007. Namun jangka waktunya diperpanjang sebulan.
Karena itulah, sebelum ‘pensiun' pada 8 April nanti, Pansus meminta Timnas Lapindo menuntaskan menyelesaikan pembayaran uang kontrak dan uang pindah kepada semua pengungsi. Selain itu, Timnas kudu menambah personil tim verifikasi.
Untuk penanganan selanjutnya, Pemerintah harus membentuk sebuah badan khusus, ujar Wakil Ketua Pansus, Luther Kombong. Badan yang dimaksud adalah semacam Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) di Aceh dan Nias pasca gempa tsunami.