Doktrin Tanggung Jawab Komando Berbeda Di Setiap Negara
Berita

Doktrin Tanggung Jawab Komando Berbeda Di Setiap Negara

Ada yang berpendapat komandan baru bisa dituntut bila prajurit sudah terlebih dahulu terbukti bersalah.

ALI
Bacaan 2 Menit

a.         Komandan militer atau seseorang tersebut mengetahui atau atas dasar keadaan saat itu seharusnya mengetahui bahwa pasukan tersebut sedang melakukan atau baru saja melakukan pelanggaran HAM yang berat,

b.         Komandan militer atau seseorang tersebut mengetahui atau atas dasar keadaan saat itu seharusnya mengetahui bahwa pasukan tersebut sedang melakukan atau baru saja melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat; dan

c.         Komandan militer atau seseorang tersebut tidak melakukan tindakan yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup kekuasaannya untuk mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut atau menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.”

Natsri menambahkan perdebatannya yang lain adalah apakah seorang komandan bisa dituntut di pengadilan tanpa perlu dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana yang dilakukan prajuritnya. Setiap negara juga berbeda memahami konsep ini.

“Di Indonesia, tanggung jawab komando tak bisa dibebankan bila prajurit belum dinyatakan secara sah dan meyakinkan bersalah. Makanya, banyak komandan yang lepas di tingkat MA. Sedangkan dalam kasus Yamashita atau Nurnberg, pengadilan berpandangan prajurit tak perlu terbukti bersalah dahulu bila ingin menuntut komandannya,” tuturnya.

Berdasarkan penelusuran hukumonline, dalam kasus Timor Timur, Majelis Mahkamah Agung yang diketuai Iskandar Kamil menerima peninjauan kembali yang diajukan oleh Abilio Suarez. Salah satu alasannya adalah karena prajurit yang dipimpin oleh Abilio tidak terbukti melakukan kejahatan.

Sebelumnya, Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana pernah berpendapat bahwa adanya pandangan tanggung jawab komando dalam Pasal 42 UU Pengadilan HAM hanya sebatas dua level dari pelaku lapangan. Namun, ia berpendapat bahwa pendapat tersebut hanya sebuah interpretasi.

Menurut Hikmahanto, yang perlu difokuskan adalah apakah unsur-unsur dalam pasal itu terpenuhi. Ia mencatat setidaknya ada tiga unsur, yakni komando yang efektif, komandan mengetahui tindakan, dan komandan mengetahui tetapi tidak melakukan pencegahan apapun.

“Jadi bukan masalah dua tingkat atau dua level, tetapi unsur-unsur itulah yang harus dipenuhi,” tegasnya kala itu.

Tags:

Berita Terkait