Djokosoetono, Peletak Dasar Intelektualitas Kepolisian
Edisi Khusus:

Djokosoetono, Peletak Dasar Intelektualitas Kepolisian

Kiprah Djokosoetono lebih dikenal sebagai pendiri Akademi Polisi yang kemudian ditingkatkan menjadi Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian. Namanya diabadikan sebagai nama jalan di Jakarta Selatan.

IHW/Mys/Nov/Ali
Bacaan 2 Menit

 

Sebagai seorang intelektual, kiprah Djoko dalam dunia pendidikan tak perlu diragukan lagi. Ia tercatat sebagai salah seorang pendiri Universitas Gajah Mada. Ia bahkan langsung dipercaya menjadi Dekan Fakultas Hukum UGM. Di Jakarta, ia juga tercatat menjadi Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang pertama.

 

Tak hanya itu, orang banyak mengenal jasa Djokosoetono sebagai pelopor pendirian Akademi Polisi pada 17 Juni 1946 yang kemudian statusnya ditingkatkan menjadi Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Melalui Keputusan Presiden No 3/51/53 tanggal 17 Agustus  1946, Djokosoetono dan beberapa tokoh hukum lain seperti Soepomo dan Soenaryo Kolopaking ditetapkan sebagai Guru Besar Akademi Polisi.

 

Pendirian PTIK itu bukannya tanpa alasan. Djoko berharap agar pendirian PTIK itu mampu menyiapkan kebutuhan pengetahuan yang luas di bidang hukum dan bidang kemasyarakatan yang lain bagi para perwira polisi. Hal itu penting karena Djoko tak ingin paradigma polisi berkutat sebagai ‘alat penggebuk' yang dimiliki pemerintah dan ‘tukang penyelidik' dalam menjalankan tugas yustisialnya.

 

Soeparno Soerio Atmadja dalam buku Guru Panandita menuturkan pandangan Djoko terkait tiga tugas polisi dalam zaman modern. Pertama, tugas yuridis sebagai penegak hukum. Kedua, tugas bestuurlijk dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang. Terakhir adalah tugas sosial dalam rangka usaha preventif untuk mencegah dan menjauhkan penduduk terutama kaum muda dari kejahatan termasuk yang berkaitan dengan pengedaran dan pemakaian narkoba. Djoko juga disebut-sebut sebagai pencetus Tribatra Polri.

 

Almarhum Prof Sudargo Gautama pun memuji habis kiprah Djoko dalam pengembangan ilmu hukum di Indonesia. Pakar hukum perdata internasional itu mengapresiasi Djoko yang telah mempopulerkan nama mata kuliah Hukum Antar Tata Hukum. Semula mata kuliah ini dikenal sebagai hukum perselisihan atau conflictenrecht yang juga diterjemahkan dengan hukum collissie, hukum pertikaian. Istilah ini memberikan warna tertentu yang tidak benar pada cabang ilmu hukum Indonesia, tulis Sudargo dalam buku Guru Panindita.

 

Menurut Sudargo, tindakan Djoko yang memasukkan mata kuliah Hukum Antar Tata Hukum ini, patut dicampungi jempol. Terlebih Djoko mempopulerkan mata kuliah itu di PTIK, bukan di fakultas hukum universitas lain. Namun amat disayangkan bahwa PTIK juga yang paling dahulu telah menganggap mata kuliah ini sekarang tidak penting lagi.

 

Ya demikianlah kehidupan Djokosoetono, tokoh hukum yang lebih dikenal sebagai akademisi pendiri dan ‘penjaga' kampus. Salah satu ‘karir' Djoko di luar kampus yang berhasil terekam adalah saat memimpin Lembaga Pembinaan Hukum Nasional (kini menjadi BPHN) pada tahun 1958. Berdasarkan penelusuran hukumonline di Arsip Nasional Republik Indonesia, Presiden Soekarno mengangkat Djoko menjadi Ketua LPHN berdasarkan Keppres No 216 Tahun 1958.

Halaman Selanjutnya:
Tags: