Djokosoetono, Peletak Dasar Intelektualitas Kepolisian
Edisi Khusus:

Djokosoetono, Peletak Dasar Intelektualitas Kepolisian

Kiprah Djokosoetono lebih dikenal sebagai pendiri Akademi Polisi yang kemudian ditingkatkan menjadi Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian. Namanya diabadikan sebagai nama jalan di Jakarta Selatan.

IHW/Mys/Nov/Ali
Bacaan 2 Menit

 

Dokter Purnomo Prawiro memang punya kapasitas berbicara tentang Prof. Djokosoetono. Sebab, ia merupakan salah seorang putra almarhum Djokosoetono. Acara peresmian jalan Djokosoetono itu dimuat dalam Mutiara Biru edisi 23 Agustus 2009, sebuah majalah yang diterbitkan manajemen Blue Bird Group dimana dr Purnomo menjadi pimpinannya. Bisnis Blue Bird dirintis oleh Djokosoetono.

 

Lahir di Surakarta, 5 Desember 1908 (pihak keluarga menyatakan Djokosoetono lahir pada tahun 1904), Djokosoetono meraih gelar Meester  in de rechten (Mr) pada usia 30 tahun. Ketika Indonesia merdeka, Djokosoetono mengganti gelar Mr dengan gelar ‘Sarjana Hukum' (SH). Saat itu memang banyak para tokoh hukum yang tak mau mengubah gelarnya karena beberapa hal seperti, karena gelar Mr sudah tertuang dalam ijazah atau menganggap mutu pendidikan hukum yang digelar pada masa penjajahan kolonial lebih ‘hebat' ketimbang setelah masa kemerdekaan.

 

Hal itu tidak berlaku bagi Djokosoetono. Bapak Sosiologi Indonesia, Selo Soemardjan dalam buku Guru Pinandita: Sumbangsih untuk Prof Djokosoetono menuturkan, Djokosoetono dengan sadar mengganti gelarnya untuk menyatakan tak patut membandingkan mutu pendidikan hukum sebelum dengan sesudah kemerdekaan. Pendidikan pada masa setelah kemerdekaan menurut Djoko diarahkan untuk pembangunan hukum setelah Indonesia merdeka dan berdaulat.

 

Pada masa sebelum kemerdekaan, sepak terjang Djoko dalam pendirian republik ini memang tak banyak terekam. Meski juga memiliki keahlian dalam lapangan ilmu negara, nama Djokosoetono seolah tenggelam dengan kebesaran nama Soepomo dan M Yamin yang saling berdebat dalam menentukan ide tentang negara dan konstitusi bangsa ini.

 

Sayang beliau ini bukan aktivis. Sehingga di dalam perdebatan-perdebatan menyangkut pembentukan UUD 1945, dia sama sekali tidak menonjol. Padahal di zaman itu dia sudah top sebagai guru, tutur mantan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie kepada hukumonline.

 

Jimly memang mengaku tak mengenal Djokosoetono secara baik lantaran jauhnya perbedaan umur di antara mereka. Namun berdasarkan beberapa cerita dan bahan kuliah Djoko yang telah dibukukan, Jimly menyimpulkan kalau Djoko lebih kental watak intelektualitasnya.

 

Salah seorang murid Djokosoetono, Prof Harun Al Rasyid tak menampik pernyataan Jimly. Meski terkesan tak menonjol, bukan berarti Djokosoetono tak berkontribusi pada masa kemerdekaan. Pendapat beliau tetap selalu diperhatikan, kata Harun yang mengaku membuat dua buku dari materi ajar perkuliahan Djokosetiono.

Tags: