Mantan Dirut Merpati Tegaskan Tak Ada Korupsi
Berita

Mantan Dirut Merpati Tegaskan Tak Ada Korupsi

Karena tidak ada perbuatan melawan hukum dan kerugian negara dalam penyewaan dua pesawat Boeing.

Nov
Bacaan 2 Menit
Gedung Jampidsus kejaksaan Agung. Foto: SGP
Gedung Jampidsus kejaksaan Agung. Foto: SGP

Senin lalu (8/8), mantan Direktur Utama (Dirut) PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) Cucuk Suryosuprojo bersama dua pegawai MNA diagendakan untuk diperiksa penyidik pada Jaksa Agung Mudak Tinda Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung). Namun, menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Noor Rachmad, hanya dua pegawai MNA bernama I Wayan Suarna dan Ery Wardana yang memenuhi panggilan.

 

Mantan Dirut Merpati Cucuk Suryosuprojo tidak memenuhi panggilan penyidik. “Makanya, penyidik kembali mengirimkan surat panggilan. Yang bersangkutan dipanggil tanggal tanggal 15 Agustus 2011 mendatang,” kata Noor, Selasa (9/8).

 

Atas ketidakhadiran Cucuk pada pemanggilan pertama, pengacaranya yang bernama J Kamaru angkat bicara. Menurut Kamaru, Cucuk tidak memenuhi panggilan karena tidak mendapat surat panggilan yang asli. “Pak Cucuk dipanggil nggak datang, alasannya bukan apa-apa. Itu karena beliau tidak menerima surat panggilan asli dari Kejaksaan,” ujarnya melalui sambungan telepon.

 

Panggilan itu dikirimkan melalui MNA dalam bentuk fax. Kemudian, fax itu di-fotocopy dan diberikan (kepada Cucuk). Ya Pak Cucuk pasti nggak mau dong.” Untuk itu, Kamaru mengatakan kliennya akan dipanggil kembali pekan depan (15/8). Ketika memenuhi panggilan tersebut, Cucuk akan didampingi rekannya yang bernama Sinambela.

 

Cucuk, lanjut Kamaru, pada dasarnya tetap menolak apabila kasus penyewaan Boeing 737-400 dan 737-500 disebut sebagai tindak pidana korupsi. Menurut Kamaru, meski kasus itu terjadi ketika kliennya menjabat Dirut MNA, ruang lingkupnya adalah perdata. Buktinya, pengadilan di Amerika telah memutus Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG) -sebuah perusahaan leasing di Ameriksa Serikat- melakukan wanprestasi terhadap MNA.

 

TALG dihukum untuk mengembalikan uang jaminan yang telah dibayar MNA ke kantor hukum Hume & Associate (biro hukum TALG) sebesar AS$1 juta beserta bunganya. “Dan putusan itu telah berkekuatan hukum tetap (inkracht), sehingga dapat dijadikan data otentik yang menguatkan bahwa kasus penyewaan ini adalah ruang lingkup perdata,” tuturnya.

 

Selain itu, kasus penyewaan yang disidik Kejagung ini tidak memenuhi dua unsur dalam pidana korupsi, yakni kerugian negara dan perbuatan melawan hukum. Untuk unsur kerugian negara, Kamaru menyatakan MNA sudah memenangkan gugatan terhadap TALG. Kemudian, MNA juga sudah menagih pembayaran dari TALG meskipun menyicil.

 

“Dia (TALG) sudah membayar pertama kali. Dia mencicil dan sudah masuk ke rekening MNA sekitar AS$5000. Namun, karena kuasa untuk menagih sudah dicabut Direksi MNA yang sekarang, bagaimana mau menagih lagi,” terangnya. Dengan demikian, Kamaru beranggapan kerugian negara belum terjadi karena MNA masih berhak untuk menagih pembayaran dari TALG.

 

Lalu, untuk unsur perbuatan melawan hukum, menurut Kamaru tidak ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan Direksi MNA saat itu. Menteri Negara BUMN sudah menyetujui Rencara Anggaran Perusahaan untuk tahun 2006. Namun, dalam Rencana Anggaran itu tidak diatur mengenai leasing. Penyewaan pesawat melalui sebuah perusahaan leasing seperti TALG merupakan kewenangan pengurus atau Direksi MNA.

 

Meski demikian, bukan berarti penyewaan dilakukan secara tidak hati-hati. Kamaru menegaskan MNA telah menerapkan prinsip kehati-hatian. Ketika itu, MNA melalui website mengumumkan bahwa pihaknya memerlukan pesawat boeing 737-400 dan 737-500. Namun, karena performance MNA saat itu dinilai buruk di mata internasional, perusahaan yang mendaftar hanya TALG.

 

Maka dari itu, MNA mulai melakukan negosiasi dengan TALG karena jumlah ketersediaan pesawat di MNA hanya sekitar 7-9 pesawat. “Waktu itu MNA sudah minta ada bank yang memberikan garansi. Tapi, bank ini nggak mau. Akhirnya, MNA minta jasa associate di Amerika, Hume & Associate untuk mengecek apakah perusahaan leasing itu tidak bodong dan memiliki kualitas sebagai perusahaan yang baik,” jelas Kamaru.

 

Setelah pengecekan dilakukan, TALG meminta MNA memenuhi persyaratan untuk menyewa dua pesawat boeing itu. MNA diminta untuk mentransfer Refundable Security Deposit sebesar AS$1 juta ke rekening Hume & Associate. Kamaru menjelaskan, kantor hukum di Amerika itu dapat dipakai untuk rekening penerima atau penampung (escrow account). Makanya, MNA yang menduga semuanya telah aman menaruh jaminan sebesar AS$1 juta di rekening Hume & Associate.

 

Namun, pada batas waktu yang ditentukan, TALG tidak kunjung memenuhi kewajibannya. Kejagung sempat menyatakan dua pesawat boeing tak kunjung datang karena memang telah disewa oleh Cina. Tapi, Kamaru mengaku hal itu diluar sepengetahuan MNA. “Dalam kesepakatan yang ditandatangani MNA waktu itu tidak ada dibilang disewakan ke pihak kedua atau ketiga. Masalah disewa oleh Cina itu di luar sepengetahuan MNA,” ujar Kamaru.

 

Pengacara yang dahulu berprofesi sebagai Jaksa ini menambahkan, “memang waktu itu pernah disampaikan keberatan. Dia (TALG) minta dilakukan negosiasi ulang, tapi MNA nggak mau karena sewanya akan membengkak lagi.” Dengan demikian, Kamaru beserta dua kliennya, Cucuk dan Hotasi Nababan (Dirut MNA sebelum Cucuk) menolak jika kasus penyewaan dua pesawat boeing ini dikatakan sebagai tindak pidana korupsi.

 

“Ini kasat mata jelas bukan tindak pidana, tapi perdata. Kalaupun perbuatan melawan hukumnya ada, itu perbuatan melawan hukum yang dilakukan perusahaan leasing (TALG). Dua unsur pidananya pun tidak terpenuhi. Jadi, kalau diteruskan bisa bebas vrijspraak (bebas dari dakwaan) atau ontslag (lepas dari tuntutan hukum) karena bukan merupakan perbuatan pidana,” tukas Kamaru. Lagipula, Polri, KPK, dan Kejaksaan (ketika itu di bagian intel) yang dahulu pernah menyelidiki kasus ini beranggapan tidak cukup bukti sehingga tidak ditingkatkan ke penyidikan.

 

Sekedar mengingatkan, kasus ini berawal pada tahun 2006. Ketika itu, Merpati menyewa dua buah pesawat Boeing 737-400 dan 737-500 dari perusahaan leasing di Amerika Serikat bernama Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG). Dari setiap pesawat yang hendak disewa, Merpati telah mengirimkan security deposit ke TALG sebesar AS$500 ribu. Sehingga, untuk dua pesawat Merpati merogoh kocek senilai AS$1 juta pada 18 Desember 2006. Namun, hingga kini dua pesawat Boeing 737-400 dan 737-500 itu tidak kunjung ada wujudnya. Padahal seharusnya dua pesawat itu dikirimkan ke Indonesia pada tanggal 5 Januari 2007 dan 20 Maret 2007.

 

Memang, Merpati telah memenangkan gugatan perdata terhadap TALG yang melakukan wanprestasi. Namun, penyidik tetap melihat ada kerugian negara sekitar Rp10 miliar dan perbuatan melawan hukum. Oleh karenanya, setelah melakukan ekspos serta pengumpulan data dan keterangan, penyidik meningkatkan kasus penyewaan dua pesawat Boeing ini ke penyidikan. Namun, hingga kini penyidik belum menetapkan tersangkanya.

Tags: