Diperas Media Massa? Begini Penjelasan Dewan Pers
Berita

Diperas Media Massa? Begini Penjelasan Dewan Pers

Pemerasan oleh media massa jelas melanggar kode etik. Namun penyelesaian sengketa perkara semacam ini lebih cocok dilakukan oleh pihak kepolisian.

Fitri N Heriani
Bacaan 2 Menit

 

Menurut email tersebut, sebagai imbalan atas pengakuan seperti itu AMI menawarkan untuk tidak mempublikasikan, mendistribusikan, berbagi, atau menggambarkan teks dan foto yang tidak dipublikasikan. Atas isi email tersebut Bezos menyebut bahwa pernyataan yang AMI usulkan salah, dan menggambarkan tawaran itu sebagai pemerasan.

 

Baca:

 

Terlepas dari kasus yang terjadi di Amerika Serikat tersebut, Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga Dewan Pers Nezar Patria menegaskan bahwa praktik pemerasan yang dilakukan oleh media massa ataupun jurnalis tidak masuk dalam bagian jurnalisme. Tindakan seperti itu adalah perbuatan kriminal.

 

“Itu tindakan kriminal. Kerja jurnalistik tidak boleh ada iktikad buruk, tidak boleh menggunakan cara-cara yang tidak etis. Apa yang dilakukan media dengan memeras itu bertentangan dengan kode etik jurnalistik, dan tidak masuk ke dalam hukum pers. Tapi itu masuk ke ranah pidana, kriminal,” kata Nezar kepada hukumonline, Sabtu (23/2).

 

Perkara-perkara demikian, lanjutnya, akan lebih pas jika dilaporkan kepada pihak berwajib atau kepolisian. Dalam praktik di Indonesia, Dewan Pers bisa saja melakukan teguran terhadap media massa bersangkutan karena melanggar kode etik. Dalam UU Pers, salah satu fungsi Dewan Pers adalah mengawasi kode etik jurnaslitik dan memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.

 

“Ada namanya press complain, menerima komplain tentang pemberitaan media. Misalnya pencemaran nama baik itu bisa diadukan ke dewan pers. Tapi kalau blackmail, pemerasan itu masuknya kriminal,” jelasnya.

 

Nezar menjelaskan, Dewan Pers tidak memiliki kewenangan untuk menghentikan kegiatan jurnalistik terhadap media yang melakukan pemerasan karena UU Pers tidak mengatur hal tersebut. Satu-satunya pasal pidana yang terdapat dalam UU Pers adalah Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) yang ditujukan terhadap pihak-pihak yang dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3).

 

Pasal 4:

(1) Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.

(2) Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.

(3) Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

(4) Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.

Pasal 18:

(1) Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).

(2) Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).

(3) Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (Seratus juta rupiah).

Tags:

Berita Terkait