Dinilai Ciderai Marwah MK, Arief Hidayat Kembali Diminta Mundur
Berita

Dinilai Ciderai Marwah MK, Arief Hidayat Kembali Diminta Mundur

Arief Hidayat enggan berkomentar banyak mengenai "Surat Cinta" yang dikirim oleh Ikatan Pelajar Muhammadiyah dan tulisan Abdul Ghoffar. “Biarkan saja mereka ngomong apa.”

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

“Sebaiknya Arief Hidayat mengundurkan diri dengan terhormat. Jangan sampai terkena kasus hukum terlebih dahulu di masa depan, baru berhenti menjadi ketua dan hakim MK,” kata dia.

 

Tidak hanya itu, seruan yang sama seperti termuat dalam artikel di Kompas berjudul “Ketua Tanpa Marwah” pada Kamis 25 Januari 2018 yang ditulis atas nama Peneliti MK yakni Abdul Ghoffar Husnan. Dalam tulisannya, Abdul Ghoffar sedikit menyindir Arief. Ia mengatakan kekuatan lembaga peradilan bukanlah senjata atau uang, melainkan senjatanya kepercayaan publik. Sebab, sebuah peradilan akan dipatuhi putusannya jika lembaga tersebut dipercaya publik. Sebaliknya, tanpa kepercayaan masyarakat akan ditertawakan, diolok-olok, dan tidak dianggap.

 

Karena itu, Ghoffar pun menyarankan seharusnya Arief mundur dari jabatannya karena telah dua kali Dewan Etik menjatuhkan sanksi etik kepadanya. “Sebaiknya Arief secara gentleman harus menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat, lalu mengundurkan diri,” sarannya.

 

Menanggapi desakan mundur, Ketua MK, Arief Hidayat enggan berkomentar banyak mengenai surat cinta yang dikirim oleh Ikatan Pelajar Muhammadiyah dan tulisan Abdul Ghoffar. “Biarkan saja mereka ngomong apa. Saya tidak ingin menambah gaduh,” kata Arief kepada Hukumonline.

 

Saat ditanya tulisan Abdul Ghoffar, Arief lagi-lagi enggan mengomentari. “Kan saya sudah bilang nggak mau comment apa-apa. Saya nggak mau reaktif, seperti anak kecil saja. Biarkan saja mereka ngomong apa?”   

 

Seperti diketahui, pada 6 Januari 2018 lalu, Dewan Etik MK memutuskan Ketua MK Arief Hidayat terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim konstitusi dan dijatuhi sanksi ringan. Arief dinilai terbukti melakukan pertemuan (lobi-lobi politik) dengan memberi janji terkait pengujian Pasal 79 ayat (3) UU MD3 mengenai hak angket DPR terkait keberadaan Pansus Angket KPK.

 

Sebelumnya, dia pernah dijatuhi sanksi ringan pada Maret 2016 lalu, lantaran memberi memo katebelece alias “memo sakti” kepada Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Widyo Pramono karena “menitipkan” Jaksa pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Trenggalek, M. Zainur Rochman. (Baca Juga: Gara-Gara ‘Memo Sakti’, Ketua MK Dijatuhi Sanksi Etik)

Tags:

Berita Terkait