Dinilai Ciderai Marwah MK, Arief Hidayat Kembali Diminta Mundur
Berita

Dinilai Ciderai Marwah MK, Arief Hidayat Kembali Diminta Mundur

Arief Hidayat enggan berkomentar banyak mengenai "Surat Cinta" yang dikirim oleh Ikatan Pelajar Muhammadiyah dan tulisan Abdul Ghoffar. “Biarkan saja mereka ngomong apa.”

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Ketua MK Arief Hidayat. Foto: Humas MK
Ketua MK Arief Hidayat. Foto: Humas MK

Setelah Dewan Etik Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Ketua MK Arief Hidayat dikenai sanksi ringan, berupa teguran secara lisan, nampaknya beberapa kalangan menganggap sanksi tersebut terlalu ringan. Karena itu, sejumlah organisasi yakni Perludem, PSHK, PBHI, ICW, PuKAT UGM yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan MK meminta Arief Hidayat mundur dari jabatannya baik sebagai ketua MK maupun Hakim Konstitusi.  

 

“Melihat rekam jejaknya yang jauh dari memuaskan yang dua kali melanggar kode etik, Arief Hidayat sudah sepatutnya mundur dari posisinya sebagai Hakim Konstitusi dan ketua MK,” ujar Koalisi Selamatkan MK dalam keterangan tertulisnya yang diterima Hukumonline, Jum’at (26/1/2018).

 

Selain itu, hari ini, sekitar 15 orang Ikatan Pelajar Muhammadiyah menyayangkan sanksi ringan dan meminta Arief Hidayat mengundurkan diri sebagai ketua MK dan hakim konstitusi dalam bentuk “Surat Cinta” yang dikirim ke MK. Ketua Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Muhammad Irsyad mengatakan surat cinta yang ditujukan kepada ketua MK ini bentuk kecintaan kami pada MK itu sendiri.

 

“Surat cinta ini berisikan permintaan pengunduran diri Aref Hidayat sebagai ketua dan hakim MK yang sudah kami sampaikan di bagian persuratan MK. Kami pun telah menerima tanda terimanya,” kata Irsyad di Gedung MK Jakarta, (26/1/2018). Baca Juga: Kali Kedua, Ketua MK Dijatuhi Sanksi Etik

 

Baginya, pelanggaran etik yang telah dilakukan oleh Arief telah menciderai marwah, mencemari integritas dan martabat MK. “Kami pun menilai pelanggaran yang dilakukan Arief sebenarnya bukan pelanggaran ringan seperti diputus Dewan Etik, tetapi pelanggaran berat,” sebutnya.

 

Dia mengungkapkan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Arief sudah dua kali. Pertama, pada Maret 2016, Arief pernah dijatuhi sanksi etik ringan berupa teguran lisan lantaran mengirim memo katebelece kepada Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Widyo Pramono untuk menitipkan Jaksa pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Trenggalek, M. Zainur Rochman yang merupakan keponakannya.

 

Kedua, Arief mendapat sanksi yang sama karena terbukti melakukan pertemuan (lobi-lobi politik) dengan memberi janji terkait pengujian Pasal 79 ayat (3) UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) mengenai hak angket DPR terkait keberadaan Pansus Angket KPK. Karena itu, MK saat ini kurang mendapat kepercayaan publik. Sehingga, sangat pantas Arief mundur dari jabatannya sebagai ketua dan hakim MK.

 

“Sebaiknya Arief Hidayat mengundurkan diri dengan terhormat. Jangan sampai terkena kasus hukum terlebih dahulu di masa depan, baru berhenti menjadi ketua dan hakim MK,” kata dia.

 

Tidak hanya itu, seruan yang sama seperti termuat dalam artikel di Kompas berjudul “Ketua Tanpa Marwah” pada Kamis 25 Januari 2018 yang ditulis atas nama Peneliti MK yakni Abdul Ghoffar Husnan. Dalam tulisannya, Abdul Ghoffar sedikit menyindir Arief. Ia mengatakan kekuatan lembaga peradilan bukanlah senjata atau uang, melainkan senjatanya kepercayaan publik. Sebab, sebuah peradilan akan dipatuhi putusannya jika lembaga tersebut dipercaya publik. Sebaliknya, tanpa kepercayaan masyarakat akan ditertawakan, diolok-olok, dan tidak dianggap.

 

Karena itu, Ghoffar pun menyarankan seharusnya Arief mundur dari jabatannya karena telah dua kali Dewan Etik menjatuhkan sanksi etik kepadanya. “Sebaiknya Arief secara gentleman harus menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat, lalu mengundurkan diri,” sarannya.

 

Menanggapi desakan mundur, Ketua MK, Arief Hidayat enggan berkomentar banyak mengenai surat cinta yang dikirim oleh Ikatan Pelajar Muhammadiyah dan tulisan Abdul Ghoffar. “Biarkan saja mereka ngomong apa. Saya tidak ingin menambah gaduh,” kata Arief kepada Hukumonline.

 

Saat ditanya tulisan Abdul Ghoffar, Arief lagi-lagi enggan mengomentari. “Kan saya sudah bilang nggak mau comment apa-apa. Saya nggak mau reaktif, seperti anak kecil saja. Biarkan saja mereka ngomong apa?”   

 

Seperti diketahui, pada 6 Januari 2018 lalu, Dewan Etik MK memutuskan Ketua MK Arief Hidayat terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim konstitusi dan dijatuhi sanksi ringan. Arief dinilai terbukti melakukan pertemuan (lobi-lobi politik) dengan memberi janji terkait pengujian Pasal 79 ayat (3) UU MD3 mengenai hak angket DPR terkait keberadaan Pansus Angket KPK.

 

Sebelumnya, dia pernah dijatuhi sanksi ringan pada Maret 2016 lalu, lantaran memberi memo katebelece alias “memo sakti” kepada Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Widyo Pramono karena “menitipkan” Jaksa pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Trenggalek, M. Zainur Rochman. (Baca Juga: Gara-Gara ‘Memo Sakti’, Ketua MK Dijatuhi Sanksi Etik)

Tags:

Berita Terkait