Dekan FH Unsri, Prof Amzulian Rifai:
Perbaikan Hukum Harus Perhatikan Pendidikan Tinggi Hukum
Profil

Dekan FH Unsri, Prof Amzulian Rifai:
Perbaikan Hukum Harus Perhatikan Pendidikan Tinggi Hukum

Omong kosong jika perbaikan hukum tanpa perhatikan pendidikan tinggi hukum.

FAT
Bacaan 2 Menit

Memangnya yang selama ini terjadi bagaimana, apakah perhatian yang diberikan berbeda-beda?
Omong kosong juga pendidikan tinggi hukum di Negeri ini kalau hanya memperhatikan fakultas hukum di Pulau Jawa. Jangan hanya tempat-tempat tertentu. Pastilah ada yang mengatakan, “Oh kita terbuka untuk seluruh Indonesia.” Pasti jawabannya seperti itu, selalu. Kita bebas bersaing segala macam, tapi yang bener juga. Masak akreditasi tempat-tempat tertentu sudah jelas hitam putihnya misalnya nilainya sama, gimana.

Terserah, pasti pemerintah mengatakan tidak ada diskriminasi. Maksud saya tadi, di dalam suatu pertandingan itu, kalau memang ada yang beratnya masih kurang, ya dinaikkan beratnyalah. Kebijakan yang diskriminatif tapi menguntungkan.

Misalnya kita tahu, oh fakultas hukum yang di bagian timur, tertentu atau dimanapun kurang, ya diangkatlah.  Janganlah kita kelas ringan dibanding kelas berat. Pokoknya bertandinglah di situ. Tidak fair begitu karena pemerintah akan jawab, “Oh kita kasih kesempatan yang sama, nggak ada diskriminatif.”

Bagaimana cara institusi pendidikan tinggi hukum meningkatkan kualitas?
Menurut saya, persoalannya itu bagaimana membangun academic atmosphere (suasana akademis) di kampus-kampus FH di daerah. Sekarang anda cek lah, di setiap universitas itu, mungkin yang sedikit profesornya dibandingkan fakultas-fakultas lain adalah fakultas hukum. Ini mereflesikan apa? Jangan-jangan orang fakultas hukum sendiri males. Males menghasilkan karya tulis. Orang nggak akan jadi guru besar kalau nggak ada karya tulisnya. Membangun academic atmosphere, itu yang sulit. 

Misalnya kita (FH Unsri), bukan berarti saya terus membanggakan diri. Kami, fakultas hukum yang satu-satunya memulai mengalokasikan dana penelitian dari fakultas sendiri.  Jadi penelitian bisa dari Unsri, bisa dari pusat, segala macam. Tapi kami alokasikan. Dana penelitian sudah tahun ke lima. Yang sebelumnya tidak pernah ada, kita alokasikan. Kita perkuat unit penelitiannya. Maka, setiap tahun itu paling tidak 20 proposal penelitian dengan dana FH sendiri. Ini kan untuk membangun academic atmosphere.

Sekali lagi saya katakan, yang paling pokok adalah membangun academic atmosphere. Dan itu tanggung jawab orang seperti saya (Dekan, red).Oleh karena itu, kita selalu rutin mengadakan seminar nasional yang dimana seminar nasional itu pembicaranya adalah dosen-dosen muda. Nggak boleh yang senior. Kenapa? Toh dia (senior) sudah naik pangkat.

Menurut saya, sistem rekrutmen dosen juga menjadi penting. Bagaimana mestinya pemerintah pusat itu, kekita merekrut dosen FH itu, sedapat mungkin betul-betul diupayakan pendaftarnya dari berbagai profesi di Indonesia. Kalau sekarang saya lihat belum.

Merujuk pada perkembangan yang terjadi, apakah institusi pendidikan tinggi hukum Indonesia siap menghadapi globalisasi, khususnya era MEA?
Tantangannya adalah bahasa. Kelemahan orang Indonesia ini bahasa. Kalau belajar bahasa asing, justru jarang digunakan. Orang Palembang misalnya, mahasiswa saya, banyak sehari-hari bahasa daerah saja, bahasa Palembang, bahasa Inggris kurang.

Peran apa yang dapat dimainkan negara agar kualitas pendidikan tinggi hukum meningkat?
Mungkin peran negara itu, bagaimana negara bisa memunculkan kebanggaan, bagi mereka yang mau belajar hukum. Jangan sampai orang masuk fakultas hukum itu karena tidak diterima di fakultas-fakultas lain. Karena itu, negara bisa berperan, untuk memunculkan image bahwa fakultas hukum itu sama pentingnya katakanlah dengan fakultas kedokteran dan fakultas-fakultas favorit lainnya. 

Peran negara yang paling serius adalah bagaimana meningkatkan academic atmosphere di lingkungan fakultas hukum. Ini memang challenge-nya karena litelatur-litelatur hukumnya sebagian besar bahasa Indonesia. Di sini sebenarnya pemerintah pusat bisa berperan bagaimana supaya lingkungan fakultas hukum itu juga terbiasa dengan teks book yang berbahasa asing. Itu yang jadi soal. Tapi, jangan hanya kebijakan di atas kertas. Bagaimana pemerintah pusat memastikan ini jalan, tentu dengan mekanisme dia (pemerintah).

Tags:

Berita Terkait