Dekan FH Universitas Brawijaya: Kawal Pemilu dari Kecurangan
Terbaru

Dekan FH Universitas Brawijaya: Kawal Pemilu dari Kecurangan

Panjangnya proses rekapitulasi dari sektor wilayah terkecil hingga tingkat nasional, dapat saja terjadi penyelewengan data. Proses pengawasan ketat menjadi amat penting dilakukan.

CR 30
Bacaan 3 Menit

Dia  mewanti-wanti, panjangnya proses rekapitulasi yang dilakukan dari sektor wilayah terkecil hingga pada sektor nasional, dapat saja terjadi penyelewengan data. Makanya proses pengawasan ketat menjadi amat penting dilakukan. “Karena kalau rekapitulasi sudah tidak bicara surat suara tapi angka di atas kertas, diselewengkan sedikit saja hilang sudah suara rakyat,” katanya.

Bersamaan dengan harapan bahwa tidak adanya kecurangan pada pelaksanaan pemilu, Aan  berpendapat mengenai kondisi hukum dan demokrasi di Indonesia yang menurutnya tidak baik-baik saja saat ini. Gencarnya deklarasi guru besar dari sejumlah perguruan tinggi mengomentari kondisi hukum dan demokrasi, menurut Aan sebagai sebuah indikasi melemahnya kondisi hukum dan demokrasi saat ini.

Aan menyorot adanya kebijakan-kebijakan yang dibuat tanpa memperhatikan etika khususnya dalam penyelenggaraan pemilu memberikan peringatan untuk pelaksanaan pemilu tahun ini. Menurutnya, banyak guru besar memandang situasi demokrasi dan hukum tidak dalam keadaan baik.

“Itu artinya lebih cenderung kepada kontra demokrasi,” katanya.

Belum menjadi negara hukum

Adanya polemik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan pelanggaran etika oleh Anwar Usman saat menjabat Ketua MK dan Ketua KPU Hasyim Asy’ari soal majunya Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres Prabowo Subianto menurut Aan menjadikan narasi banyak kampus sebagai penyeimbang atas masalah tersebut. Setidaknya suara dari para guru besar dan sivitas akademika perguruan tinggi menjadi referensi bagi pemilih dan pengingat bagi penyelenggara negara.

Terkait deklarasi dilakukan oleh guru besar dan  sivitas akademika perguruan tinggi, Aan mengatakan bahwa tidak ingin kejadian era 98 terulang. Dia menilai sikap para guru besar dan sivitas akademika perguruan tinggi sebagai upaya meredam kondisi yang tidak diinginkan. Setidaknya upaya para guru besar dan sivitas akademika menginginkan kebenaran tetap ditegakan. Aan sendiri merupakan satu dari 16 orang akademisi yang melaporkan pelanggaran etik Anwar Usman terkait putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023.

Beberapa hari lalu, film dokumenter ‘Dirty Vote’ ramai dibicarakan publik karena menampilkan indikasi kecurangan pemilu yang disampaikan oleh tiga akademisi. Terkait film ‘Dirty Vote’, Aan melihat kebenaran acapkali dihadapkan pada kekuasaan. Malahan saat kekuasaan terbentuk, penguasa bakal menggunakan kekuasaannya sebagai respons balik.

Dilaporkannya ketiga akademisi dalam film tersebut menurut Aan sebagai konsekuensi akademisi dan ilmu pengetahuan yang harus mengungkapkan kebenaran. Tapi, sayangnya tidak memiliki kekuasaan. Kondisi inilah menandakan Indonesia belum bisa menjadi negara yang menjalankan ketentuan hukum dan demokrasinya dengan baik.

“Kita belum menjadi negara hukum dan demokrasi yang benar,” katanya.

Aan mengingatkan penguasa tak boleh resisten terhadap dengan berbagai kritik atas kebenaran yang disampaikan publik. Sebab kondisi tersebut bakal berpotensi merusak nilai hukum dan demokrasi di Indonesia. “Mereka masih resisten terhadap kebenaran, ini yang saya lihat destruktif sebenarnya,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait