Data WNA dalam DPT Pemilu Mesti Diverifikasi
Berita

Data WNA dalam DPT Pemilu Mesti Diverifikasi

Meski pemberian e-KTP bagi WNA sesuai UU Administrasi Kependudukan, namun perlu pembeda dengan e-KTP WNI.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Lalu, data WNA tersebut diverifikasi bersama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan KPU. Nantinya, KPU dapat membuat regulasi terkait penegasan status WNA dalam Pemilu sesuai dengan UU Pemilu dan konstitusi. Hasilnya diumumkan ke publik bersama dengan Mendagri. Hal ini sekaligus dapat mengkompilasi semua data kependudukan WNI dan WNA.

 

“Yang jelas, hanya WNI yang punya hak memilih dan dipilih, WNA tidak punya hak (memberi suara dalam pemilu). KPU dapat segera menerbitkan regulasi perihal e-KTP WNA yang diperbolehkan berdasarkan verifikasi kantor Keimigrasian. “Kemendagri pun mesti membuat regulasi perihal pembeda e-KTP yang dimiliki WNI dan WNA.”

 

Di tempat yang sama, Sekretaris Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri, I Gede Suratma mengatakan pemberian e-KTP bagi WNA sudah diatur Pasal 63 ayat (1) UU Adminduk. Bagi yang memegang Keterangan Izin Tinggal Sementara (Kitas) dan telah berusia 17 tahun, telah dan/atau penah kawin, wajib memiliki KTP. Namun, setelah terbitnya revisi UU No. 24 Tahun 2013 tentang Adminduk berubah menjadi e-KTP.

 

Soal pihak yang memberi kewenangan hak memilih menjadi hak KPU setelah mendapat hasil verifikasi dari Keimigrasian dan Kemendagri. “Yang pasti seluruh pemilik e-KTP ada semua di database kependudukan sentral kita, dan sangat mudah untuk melihat. Kalau saja DPT diserahkan kepada kita, kita lihat di situ, apakah ada di dalam DPT atau tidak. Itu sangat mudah,” ujarnya.

 

Ketua Pusat Studi Konstitusi Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah menilai pemasalahan e-KTP sejak produksi hingga distribusi ke masyarakat kerap menuai persoalan. Bahkan, proyek pembuatan e-KTP pun dikorupsi anggaraanya. Belum lagi, saat pembuatan hingga sampai di tangan pemohon mengalami waktu yang lama dan muncul e-KTP berceceran di lahan masyarakat.

 

“Ini masalah yang beruntun, bagaimana publik tidak curiga sejak pertama muncul masalah korupsi e-KTP, e-KTP tercecer, sampai terakhir ini tentang WNA,” ujarnya.

 

Menurutnya, persolannya UU Adminduk terkait produk e-KTP belum tersosialisasi dengan baik ke masyarakat dan sistemnya terdapat kelemahan. Seperti, belum ada sistem yang bisa mendeteksi perbedaan e-KTP asli dan asli tapi palsu (aspal). Begitu pula dengan mendeteksi Nomor Identitas Kependudukan (NIK) yang berbeda. “Ini kan menjadi kecurigaan yang panjang.”

Tags:

Berita Terkait