Profesi advokat ialah profesi yang mulia dan terhormat (officium nobile). Perjalanan menjadi advokat dalam memberikan pelayanan jasa hukum dalam membela kliennya tidak mudah. Tidak hanya persoalan mengenai kasus yang ditanganinya, namun sering terjadi advokat juga memiliki persoalan dengan teman sejawatnya.
Salah satunya dianggap sebagai merebut klien teman sejawatnya. Seperti, beberapa waktu lalu ramai diperbincangkan terdapat advokat senior yang dianggap merebut klien yang seorang dokter, hingga peristiwa ini memuncak ke media pemberitaan di Indonesia. Lalu, sebenarnya apa dasar hukum yang dapat dikatakan bahwa seorang advokat merebut seorang klien dari teman sejawatnya?
Dalam menjalankan profesi advokat, tentu tidak hanya peristiwa perebutan klien saja yang sering terjadi. Tetapi, juga seorang advokat memiliki tantangan berat agar kantor hukumnya tetap berjalan, yakni mendapatkan klien. Berbagai cara dilakukan advokat untuk memperoleh klien, salah satunya dengan beriklan. Nah, apakah seorang advokat sebenarnya juga diperbolehkan untuk beriklan?
Dalam menjalankan profesinya, seorang advokat sebagai penegak hukum di pengadilan sejajar dengan jaksa dan hakim. Tentu saja hal ini berada di bawah perlindungan hukum, undang-undang dan kode etik profesi. Pasal 26 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat menyatakan advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi advokat dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Organisasi Advokat. Maka, seorang advokat dalam menjalin hubungannya dengan klien memiliki aturan yang dicantumkan dalam Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI). Advokat dan klien dalam menjalin hubungan tidak dapat semaunya sendiri karena telah diatur dalam KEAI.